Rabu, 21 September 2011

MISKINNYA PENGETAHUAN AGAMA MENYEBABKAN MERAJALELANYA SYIRIK



Upaya pengentasan kemiskinan yang melanda sebagian penduduk negeri yang mayoritas muslim ini menjadikan kita sibuk untuk mengejar pemenuhan kebutuhan hidup b erupa materi. Padahal disatu sisi ada kemiskinan yang lebih parah yang dilupakan oleh banyak orang, dimana kemiskinan ini melanda hampir sebagian besar penduduk .Persentasenya Jauh lebih besar dari kemiskinan akan materi. Karena kemiskinan ini tidak hanya melanda kaum duafa atau fakir miskin dari harta tetapi juga melanda kaum yang berada. Tidak saja melanda mereka-mereka yang berpendidikan rendah tetapi juga melanda mereka-mereka yang berpendidikan tinggi. Kemiskinan ini
melanda hampir semua kalangan kaum muslimin.
Kemiskinan yang melanda sebagian terbesar umat islam tersebut sebenarnya tidak disadari, mereka umumnya menjalaninya dengan senang hati tanpa beban karena tidak berpengaruh secara langsung terhadap fisik sebagaimana yang dirasakan kalau mereka miskin terhadap materi. Mereka tidak menyadari bahwa kemiskinan yang melanda hidup mereka tersebut akan berbuntut panjang kelak dan bahkan akan membawa derita yang berkepanjangan.
Kemiskinan tersebut tidak lain adalah berkaitan dengan kurangnya penguasaan umat akan ilmu yang berkaitan dengan syari’at islam yang dijadikan pegangan dalam beragama. Sehingga dengan miskinnya akan syari’at yang telah digariskan baik oleh al-Qur’an maupun oleh as-sunnah yang mereka lakukan baik dalam beraqidah dan beribadah serta bermuamalah berakibat sangat jauh melenceng dari tuntutanan.
Sebenarnya miskinnya penguasaan terhadap ilmu yang syar’i berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah tidak saja ada dilingkungan orang-orang yang awam, tetapi juga meliputi kalangan yang disebut-sebut sebagai da’i, ustadz/ustazdah, guru-guru agama bahkan juga sebagian orang-orang yang mengaku sebagai ulama.
Fenomena kemiskinan sebagian besar umat muslim dinegeri ini akan ilmu syari’at yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunah sangat nampak nyata dalam kehidupan sehari-hari ditengah-tengah masyarakat, baik yang berkaitan dengan aqidah maupun ibadah dan muamalah yang tidak sejalan dengan tuntunan syari’at.

Miskin pengetahuan tentang tauhid
Kaum muslimin mengaku taat dan cinta kepada Allah dan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, tetapi pada praktek kehidupan sehari-harinya mereka banyak membelakangi Allah dan Rasul, tidak menta’ati segala apa yang diperintahkan dan tidak menjauhi apa yang menjadi larangan..
Karena miskin terhadap pengetahuan mengenai ilmu tentang tauhid dalam islam, dimana-mana sering kita melihat masyarakat melakukan kegiatan ritual pemberian sesajen sebagai sesembahan bagi penguasa laut, bumi, gunung dan lain-lainnya sebagai ungkapan terimakasih atas rezeki dan keselamatan dan perlindungan yang diberikan kepada mereka oleh yang dianggap sebagai penguasa tersebut. Ritual tersebut nyata-nyata sebagai perbuatan syirik, karena mengakui adanya kekuatan lain atau penguasa lain dialam ini selain Allah. Namun para pelaku syirik tersebut berdalih bahwa yang mereka lakukan adalah dalam rangka melestarikan adat budaya tradisi warisan leluhur dan hanyalah sekedar pesta adat. Mereka mengaku sebagai kaum yang beriman kepada Allah sebagaimana yang diikrarkan dalam pengucapan duakalimah syahadat, mengakui bahwa Allah itu maha pencipta, tetapi mereka melakukan penyembahan dan meminta perlindungan kepada selain –Nya. Padahal dalam al-Qur’an Allah Subhanaahu wa Ta’ala
Berfirman :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.
( QS. Muhammad : 19 ).
Dilain tempat dalam al-Qur’an dicantumkan firman Allah :
وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ لاَ يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ
Dan sesembahan –sesembahan yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang.( QS. An Nahl : 20 )
Firman Allah Subhanaahu wa Ta’ala :
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa'atan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi [678]?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu). ( QS.Yunus : 18
Allah berfirman :-
وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ
Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim". ( QS. Ynus :106)
Dilain surah Allah berfirman :
إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِندَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan. (QS. Al’ankabuut : 29)
Kebanyakan orang-orang mengingkari apa yang telah ditetapkan Allah, dan berpegang kepada pendapat akal dan perasaan semata ataun apa yang disampaikan oleh ustadz, tuan guru atau kiayi meskipun bertentangan dengan Al-Qur’an.
Miskinnya penguasaan ilmu yang berkaitan dengan pentauhidkan Allah nampak pula dari ulah kebanyakan umat islam yang melakukan penyembelihan hewan untuk selain Allah, dimana kebiasaan mereka apabila ada pekerjaan atau proyek pembangunan jalan atau jembatan atau membuka tambang sebelum dimulai pekerjaan mereka melakukan penyembelihan hewan dan kepala nya dikubur sebagai bentuk sesembahan kepada makhluk gaib ditempat itu agar kegiatan yang mereka lakukan tidak mengalami hambatan dan diberikan izin oleh jin penunggunya.
Penyembelihan hewan untuk selain Allah seperti yang dilakukan tersebut diatas merupakan bagian dari bentuk syirik yang diharamkan Allah. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullas shalallahu’alaihi wa salllam dalam sabda beliau :
“ Allah melaknat siapa saja yang menyembelih binatang untuk selain Allah “
Bukti lain yang menunjukkan bahwa sebagian besar umat islam di negeri ini ternyata sangat miskin akan ilmu yang berkaitan dengan mentauhidkan Allah ditunjukkan pula dengan ramainya orang-orang yang berziarah ke kuburnya para wali dan kubur-kubur yang dikeramatkan untuk beribadah dan meminta kepada wali atau orang yang dikramatkan tersebut agar mengabulkan hajat mereka.Ziarah ke kubur tersebut malah dipimpin oleh ustadz, tuan guru atau kiayi dari pesantren. Banyak umat islam yang sengaja melakukan syafar meninggalkan kampung berangkat secara berombongan ke kubur para wali atau ke kubur kramat dengan nama tour wisata relegius. Bahkan rombongan tersebut kebanyakan dari majelis ta’lim dari berbagai pelosok.
Melakukan itikaf dan ibadah-ibadah lainnya bahkan sholat diatas kuburan dan meminta hajatnya dikabulkan, menurut yang memimpin rombongan ziarah (ustadz, tuan guru atau kiayi) bukanlah perbuatan syirik, karena yang mereka lakukan tersebut hanyalah bertawassul kepada roh wali atau orang yang dikramatkan yang ada di dalam kubur. Padahal sebenarnya bertawassul kepada orang yang sudah mati termasuk yang diharamkan oleh syari’at.Tapi karena mereka-mereka yang berziarah termasuk para pembimbing atau pimpinan rombongan termasuk orang-orang yang miskin atau terbatas kemampuan akan ilmu, maka terjadilah penyimpangan dalam hal aqidah mereka.
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam melarang kuburan para nabi dan orang-orang shaleh dijadikan sebagai masjid dengan melakukan berbagai ibadah seperti membaca al-Qur’an, sholat, itikab dll. Dalam shahih Muslim dari Jundub bin Abdullah bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam berkata lima kali sebelum meninggal :
“ Bahwa orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid
Karena itu ingat, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid. Aku melarang kalian berbuat demikian “
Dalam Al Shahihain dari Aisyah bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam berkata sebelum meninggal :
“ Allah mengutuk orang-orang yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah “
Selain contoh yang dikemukakan tersebut diatas banyak lagi contoh-contoh lain yang menggambarkan terjadinya perbuatan syirik kepada Allah yang dilakukan oleh sebagian orang-orang yang mengaku sebagai muslim dikarenakan miskinnya pengetahuan mereka tentang tauhid dalam agama islam. Contohnya antara lain banyaknya orang-orang yang percaya dan datang kepada dukun dan tukang-tukang sihir untuk b erbagai kepentingan, baik untuk meminta pengobatan, meminta jodoh, meminta pesugihan, mendzalimi orang-orang yang tidak disenangi, meminta penglaris, pengasih dan banyak lagi kepentingan lainnya.
Syari’at Islam sangat melarang umatnya berhubungan dengann tukang sihir, sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 2 :
“sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”
Selain dari itu Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiallahuu anhum, ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda : “ Jauhilah tujuh perkara yang membawa kepada kehancuran “ Para sahabat berkata , “ Wahai Rasulullah apakah tujuh perkara itu?. Beliau berkata, “ Syirik kepada Allah, sihir,membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allahkecuali dengan sebab yang dibenarkan agama, memakan riba, memakan harta anak yatim, membelot (desersi) dalam peperangan dan melontarkan tuduhan zina terhadap wanita-wanita yang terjaga sdari perbuatan dosa sedangkan ia tidak tahun menahu tentangnya dari berimana (kepada Allah) ”
Begitu pula halnya syari’at Islam melarang umatnya untuk datang kedukun dan mempercayai mereka, sebagaimana yang digariskan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang diriwayatkan Abu daud d ari Abu Hujrairah radialaahu anhum dari Nabi, beliau bersabda :” Barang siapa mendatangi dukun lalu membenarkan apa yang dikatakannya maka ia benar-benar kafir terhadap apa ytang diturunkan kepada Muhammad “
Dihadits lain disebutkan dari Imran bin Hushain radhialahuu ‘anhum secara marfu :
“ Tidak termasuk golongan kami orang yang meramal atau meminta diramal, dan orang melakukan praktek perdukunan atau orang yang meminta ditangani dukun, menyihir atau memninta disihirkan B arang siapa mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya,maka ia benar-benar kafir terhdap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad ( HR . Riwayat Al Bazzar. Atth-Thabarani )
Syari’at Islam secara tegas melarang umatnya berhubungan dengan para tukang sihir dan para dukun serta mempercayai mereka, tetapi pada prakteknyha banyak sekali dari kalangan umat yang melakukannya, ini tiada lain karena miskinnya pengetahuan mereka akan hal-hal yang dilarang.
Miskinnya akan pengetahuan sebagian besar umat Islam terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ketauhidan menyebabkan mereka menggantungkan nasib mereka kepada jimat-jimat, benda-benda pusaka dan barang-barang bertuah lainnya yang dikramatkan dan dianggap oleh mereka dapat memberikan berbagai dan manfaat.Padahal Islam sejak awal juga telah menggariskan larangan akan hal penggunaan jimat tersebut.
Hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Uqbah bin Amir secara marfu:
“ Barang siapa menggantungkan tamimah ( jimat) , semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya
Danbarang siapa menggantungkan wada’ah (kerang) semoga Allah tidak member ketenangan pada dirinya” Disebutkan dalam riwayat lain, “Barang siapa menggantungkan tamimah (jimat) , maka dia telah berbuat syirik.”
Imam Ahm ad meriwayatkan dari Imran bin Hushain radhiallahuu ‘anhum, bahwa Nabi shalallahu’alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki yang ditangannya terdapat gelang kuningan. Lalu beliau bertanya : “ apakah ini ?”Orang itu menjawab : “ Penangkal sakit “ Nabi pun bersabda : “Lepaskan itu, karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu. Sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya,.”
Meskipun syari’at secara tegas melarang penggunaan jimat,namun banyak kaum muslimin yang menggunakannya, hal ini tiada lain miskinnya mereka terhadap pengetahuan yang berkaitan dengan syari’at.

Miskin Pengetahuan tentang as-Sunnah Rasul

Selain merajalelanya prilaku syirik ditengah-tengah masyarakat muslim, tidak kalah pula berkembang dengan pesatnya ibadah yang bersifat bid’ah yang tidak sejalan dengan as-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.
Berkembangnya bid’ah tersebut tidak lepas dari peran para da’I, ustadz, tukang khotbah, tuan guru, kiayi dan ulama yang mengajarkan agama kepada jama’ahnya yang lebih suka menggunakan hadits-hadits dha’if dan ma’udhu sebagai dalil dan argumentasi dalam memberikan pengajaran .Mereka kebanyakan lebih mengedepankan pertimbangan akal,pikiran dan perasaan serta hawa nafsu ketimbang dalil yang shahih. Mereka meninggalkan cara beragamanya para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para imam mazhab serta ulama salafus shalih yang secara murni mengambil dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.
Banyak sekali gambaran ibadah-ibadah bid’ah yang berkembang dan dilakukan secara rutin oleh masyarakat muslim, yang pada kesempatan ini diketengahkan beberapa contoh saja.
Dimana-mana selamatan peringatan hari kematian yang disebut haulan atau kenduri arwah sudah merupakan suatu kelaziman dilakukan dan keluarga yang meninggal merasa masih mempunyai sangkutan hutang pada yang meninggal apabila tidak dilakukan kenduri arwah setelah meninggalnya mulai 3 hari, 7 hari, 25 hari, 40 hari, 100 hari sampai setahun dan seterusnya tiap tahun dilakukan hal yang sama. Padahal kegiatan yang disebutkan sebagai ibadah tersebut samasekali tidak ada tuntunannya.
Imam Syafi’I sebagai imam mazhab Syafi’I yang menjadi panutan oleh hampir sebagian terbesar masyarakat di Indonesia tidak membenarkan hal tersebut
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata dalam kitabnya “Al-Umm”:“Dan aku membenci membuat perkumpulan iaitu berkumpul,walaupun dalam majlis itu tidak terdapat tangisan (ratapan) kerana sesungguhnya perkara itu (berkumpul) akan mengembalikan kesedihan dan memberikan beban berdasarkan atsayang telah lalu. (Al-Umm)
Yang dimaksudnya atsar oleh Imam Asy-Syafi’i tersebut adalah atsar yang diriwayatkan oleh Jarir bin Abdulullah Al-Bajali radhiallahu ‘anhu:“Kami mengira berhimpun orang ramai kepada ahli si mati dan membuat makanan selepas pengkebumiannya adalah sebahagian dari ratapan kematian.”(Hadis riwayat Ahmad dalam Musnadnya)
Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah mengulas perkataan Imam Asy-Syafi’idi atas tadi dengan mengatakan:“Imam Asy-Syafi’i dan ulama-ulama yanglain berpendapat berdasarkan dalil yang lain bahwa perbuatan itu(yakni mengadakan perkumpulan) adalah merupakan perkara yang baru.”(Al-Majmu’)
Selain upacara peringatan kematian atau haulan atau kenduri bagi arwah
Ditengah-tengah masyarakat muslim juga sudah suatu kelaziman untuk mengirimkan pahala bacaan al-Qur’an yang dilakukan orang-orang yang melayat ditempat orang kematian, atau juga pada setiap hari juma’at dimana jama’ah jumat dimintakan untuk membaca surah al-Fatihah yang pahalanya untuk para arwah dari keluarga yang memberikan sumbangan/sedeqah pada masjid. Begitu pula mereka yang berziarah ke kubur selalu membacakan surah yasin dll.
Bagaimana pendapat Imam Syafii tentang baca Al Quran untuk orang yang telah meninggal? Dalam Tafsir Ibnu Kasir surah An Najm ayat 39: "Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya." Ibnu kasir mengatakan "Dari pada ayat ini, telah keluar hukum dari Imam Syafi'i, sesungguhnya pahala bacaan-bacaan Quran ini tidak sampai kepada si mati, sebab itu bukan amalan orang mati dan bukan usaha orang mati, perkara inipun tak pernah disunnahkan oleh Nabi, dan amalan ini tak ada seorangpun shahabat nabi yg mengerjakan".
Selanjutnya Ibnu Kasir menambahkan perkataan Imam Syafi'i "Kalaulah menghadiahkan pahala ini kepada simati sampai dan itu baik, niscaya hal ini sudah dikerjakan pertama sekali oleh Nabi Sallallahu 'alaihi wassalam dan oleh Para Sahabat."
Adapun amalan membaca Al-Qur’an untuk dihadiahkan kepada si mati. Maka dalam masalah ini Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan tentang pendapat jumhur dalam mazhab Syafi’i yaitu kata beliau:
“Dan adapun pembacaan Al-Qur’an, maka yang masyhur dari mazhab Syafi’i bahawa ianya tidak sampai kepada mayat sedangkan sebahagian sahabatnya mengatakan: Pahalanya sampai kepada mayat.” (Syarah An-Nawawi ‘ala Muslim, dalam Al-Maktabah Asy-Syamilah, 1/25)
Firman Allah Ta’ala:
وَأَنْ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
Maksudnya: “Dan bahawasanya seseorang manusia tiada memperoleh selain
apa yang telah diusahakannya.” (Surah An-Najm: 39) Al-Hafiz Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata“Dan melalui ayat yang mulia ini, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dan para pengikutnya mengistinbatkan hukum bahwa pahala bacaan (Al-Qur’an) yang dihadiahkan kepada orang mati tidak sampai kepadanya kerana bukan dari amal mereka dan bukan usaha mereka (orang mati). Oleh kerana itu, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mensunnahkan umatnya dan menganjurkan mereka melakukan perkara tersebut, serta tidak pula menunjukkan kepadanya (menghadiahkan bacaan kepada orang mati) walaupun dengan satu nas (dalil).” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, dalam Al-Maktabah Asy-Syamilah, 7/465)

Al-Haitami rahimahullah yang merupakan ulama dalam mazhab Syafi’i
berkata dalam kitabnya Al-Fatawa Al-Kubra Al-Fiqhiyah:
“Si mati tidak boleh dibacakan apa pun berdasarkan keterangan yang mutlak dari ulama
mutaqaddimin (terdahulu) bahawa bacaan (yang pahalanya dikirmkan kepada si mati)
adalah tidak dapat sampai kepadanya, sebab pahala bacaan itu adalah untuk pembacanya
sahaja. Sedangkan hasil amalan tidak dapat dipindahkan dari amil (yang mengamalkan)
perbuatan itu berdasarkan firman Allah (yang bermaksud): “Dan bahawasanya seseorang
manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”

Termasuk perbuatan bid’ah yang sudah mendarah daging dalam kehidupan
Sebagian terbesar umat muslim di Indonesia yang bermazhab Syafi’i adalah berdzikir
dengan suara keras secara berjama’ah setelah sholat fardhu dipimpin oleh imam.
Dalam hal ini Imam Syafi’i b erkata :
“Imam dan makmum boleh memilih sama ada ingin berzikir kepada Allah (atau tidak) selepas solat. Dan mereka hendaklah memperlahankan zikir kecuali dia merupakan seorang imam. Imam wajib mengajari makmum berzikir, maka hendaklah dia kuatkan zikirnya sehingga dia melihat bahawa telah dipelajari darinya (zikir-zikir tersebut). Kemudian hendaklah dia perlahankan semula. (Al-Umm, )
Kemudian Imam Syafi’i juga menyebutkan :
“Aku berpendapat baginda (Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam) menguatkan suara ketika
berzikir hanya untuk seketika sahaja. Tujuannya agar para sahabat dapat mempelajari
zikir itu daripadanya. Ini kerana, kebanyakan riwayat yang telah kami tulis sama ada bersama kitab ini (Al-Umm) atau selainnya langsung tidak menyebut adanya bacaan tahlil atau takbir selepas baginda memberi salam. Kadang-kadang riwayat yang datang menyebut
baginda berzikir selepas solat seperti apa yang aku nyatakan (secara kuat) dan kadangkala baginda beredar (meninggalkan saf) tanpa berzikir. Menurut apa yang
diriwayatkan oleh Ummu Salamah, baginda tidak berzikir secara kuat selepas solat. Oleh itu, aku berpendapat bahawa baginda tidak akan duduk sama sekali kecuali berzikir tanpa dikuatkan suara.” (Al-Umm)

Bid’ah lain yang sudah dijadikan sebagai agenda tetap untuk dilakukan adalah
Penyelengaraan beberapa peringatan yang disebut hari besar islam seperti peringatan MaulidNabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam, peringatan Isra Mi’raj, peringatan malam NuzulQur’an yang dilaksanakan secara berjama’ah
Termasuk ke dalam perkara bid’ah adalah dzikir berjama’ah dengan suara keras sambil menangis, membaca surah yasin secara beramai-ramai dengan suara keras dan membaca shalawat buatan para penya’ir yang didalamnya terdapat kalimat pujian berlebihan kepada nabi Muhammad shallalahu’alaihi wa sallam seperti shalawat Nariah, barzanzi, burdah, shalawat al-patih dll.
Semua yang disebutkan diatas termasuk bid’ah karena tidak ada satupun dalil yang menyebutkan bahwa Rasulullah dan para sahabat beliau pernah melakukannya atau pernah mencontohkannya sehingga dapat dijadikan pijakan dasar hukum.
Beberapa hadits yang shahih menyebutkan ditolaknya amalan yang bersifat bid’ah, antara lain hadits dari Aisyah , ia berkata “ telah bersabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam : “ Barang yang mengerjakan sesuatu amal yang tidak ada keterangannya dari Kami ( Allah dan rasul-Nya), maka tertolaklah amalannya “(HR. Muslim).
Di hadits yang lain disebutkan : “Amma ba’du. Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah ( al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk ad alah petunjuk Muhammad shallalahu’alaihi wa sallam.Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru ( muhdats ) dan setiap muhdats adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.
(HR. Muslim )
Berkembangnya bid’ah di tengah-tengah masyarakat muslim hampir disemua kalangan tidak lain adalah karena miskin n ya pengetahuan mereka akan as-Sunnah Rasul, dan mereka beranggapan apa saja yang diajarkan atau disampaikan oleh para da’I, ustadz, tuan guru, kiayi atau tukang khotbah sudah benar dan patut untuk diikuti, meskipun apa yang disampaikan tersebut tidak b erdasarkan dalil yang shahih. Sedangkan dilain pihak kebanyakan para da’I,ustadz, tuan guru, kiayi dan tukang khotbah
ternyata juga miskin pengetahuannya akan as-Sunnah.
Masyarakat menganggap bahwa kebanyakan mereka-mereka yang diikuti baik para da’ i, ustadz, tuan guru, kiayi, ulama dan tukang khotbah sudah mumpuni keilmuannya, namun ternyata mereka lebih memilih menggunakan hadits-hadits dha’if dan mau’dhu. Bahkan lebih mengedepankan pendapat bertdasarkan akal pikiran serta hawa nafsu. Semua itu tidak lain disebabkan miskinnya mereka akan ilmu mengenai as-Sunah. Parahnya lagi mereka tidak menyadari akan hal tersebut sehingga tidak b erupaya untuk melakukan perbaikan diri.

Miskinnya pengetahuan masyarakat secara luas hanya dapat diatasi dengan kemauan mereka untuk kembali belajar menuntut ilmu yang syar’I melalui peningkatan pengetahuan baik melalui kegiatan i majelis ta’lim yang diselenggarakan kelompok-kelompok pengajian yang berpatokan kepada manhaj para sahabat dan salafus shalih.
Bukan majelis ta’lim yang lebih banyak berbicara tentang tasyawwuf.
Wallaahu ta’ala ‘alam.

Diambil dari berbagai sumber yang shahih.

( by: Musni Japrie )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar