Selasa, 14 Agustus 2012

KISAH SAHABAT NABI: UMAR BIN KHATHAB, PEMIMPIN YANG ADIL





, Umar bin Khathab lahir 13 tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW (tahun 581 Masehi). Sebagai anak yang lahir dari keluarga bangsawan Quraisy, Umar bin Khathab dibekali dengan pendidikan yang baik, seperti dalam bidang perniagaan dan bela diri.
Putra pasangan Khathab dan Hanthamah ini, tumbuh sebagai pemuda yang cerdas, penuh semangat, berani, blak-blakkan dalam bicara dan dinamis.
Pada mulanya, ia sangat menentang Islam dan Rasulullah SAW. Kebencian Umar mencapai puncaknya pada peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Makkah menuju Madinah. Kemudian, ia menanamkan niat pasti untuk membunuh Rasulullah SAW.
Mengetahui niat buruk Umar, Rasulullah SAW selalu berdoa, “Semoga Allah SWT memberikan kejayaan pada Islam dengan masuknya Umar memeluk Islam.” Allah SWT pun mengabulkan doa Rasul Nya.

Suatu hari, Umar sudah begitu muak dengan perkembangan Islam. Dengan pedang di tangan, dia berniat membunuh Rasulullah SAW. Di jalan Umar berjumpa dengan Nuaim bin Abdullah, seorang teman yang memberitakan bahwa adik perempuannya, Fatimah, beserta suaminya, Sa’id bin Zaid, telah memeluk Islam.
Dipenuhi dengan kemarahan yang meluap-luap, Umar cepat-cepat menuju rumah Fatimah. Di sana, ia menemukan Fatimah beserta suaminya sedang membaca ayat-ayat suci Alquran. Masih dipenuhi dengan kemarahan, Umar menghardik Fatimah dan memerintahkannya untuk melepaskan Islam dan kembali kepada tuhan-tuhan nenek moyang mereka.
Di puncak kemarahannya, Umar menangkap sebuah lembaran yang bertuliskan ayat-ayat Alquran. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang dan hatinya menciut. Dengan tangan bergetar Umar mengambil lembaran-lembaran itu, dan membaca ayat-ayat Alquran yang tertera. Setelah membaca ayat-ayat itu, perasaannya menjadi tenang dan kedamaian meliputi hatinya.
Setelah itu, timbul keinginan kuat untuk segera menemui Rasulullah SAW. Ia pun meninggalkan rumah Fatimah menuju rumah Al-Arqam di mana Rasulullah SAW sedang menyampaikan dakwah beliau secara sembunyi-sembunyi. Umar pun memeluk Islam dan bersyahadat di depan Rasulullah SAW.
Mengenai identitas keislamannya, Umar tidak pernah menutupinya. Keberanian dan pengabdian Umar kepada Islam sebagai salah seorang penduduk Makkah yang paling berpengaruh, menaikkan semangat juang kaum Muslimin lainnya.
Pada waktu Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq jatuh sakit, dia menunjuk Umar bin Khathab untuk menggantikannya.Tetapi penunjukan ini tidak mutlak, melainkan diserahkan kepada kaum Muslimin atas persetujuan mereka bersama tanpa paksaan atau tekanan dari siapa pun jua.
Umat Islamlah yang akan menentukan siapa yang mereka terima untuk dijadikan khalifah (kepala negara) dan siapa pun yang mereka inginkan. Ternyata umat Islam menerima Umar bin Khathab secara aklamasi dengan pertimbangan yang sangat mendalam.

Keberanian Umar dalam memisahkan antara kebenaran dengan kebatilan membuatnya dijuluki “Al-Faruq” oleh Rasulullah SAW. Artinya, orang pemisah antara kebenaran dengan kebatilan.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar adalah sahabat dan penasihat terdekat. Hal ini yang membuat Umar menjadi nominator terkuat untuk meneruskan kekhalifahan Abu Bakar. Maka, ketika Abu Bakar wafat, kaum Muslimin sepakat membaiat Umar sebagai khalifah yang baru.
Pada pembaiatannya sebagai khalifah, Umar berkata, “Wahai kaum Muslimin! Kalian semua memiliki hak-hak atas diriku, yang selalu bisa kalian pinta. Salah satunya adalah jika seorang dari kalian memintakan haknya kepadaku, ia harus kembali hanya jika haknya sudah dipenuhi dengan baik.”
“Hak kalian yang lainnya adalah permintaan kalian bahwa aku tidak akan mengambil apa pun dari harta negara maupun dari rampasan pertempuran. Kalian juga dapat memintaku untuk menaikkan upah dan gaji kalian seiring dengan meningkatnya uang yang masuk ke kas negara.”
“Aku akan meningkatkan kehidupan kalian dan tidak akan membuat kalian sengsara. Juga merupakan hak, apabila kalian pergi ke medan pertempuran, aku tidak akan menahan kepulangan kalian. Dan ketika kalian sedang bertempur, aku akan menjaga keluarga kalian laksana seorang ayah.”
“Wahai kaum Muslimin, bertakwalah selalu kepada Allah SWT! Maafkan kesalahan-kesalahanku dan bantulah aku dalam mengemban tugas ini. Bantulah aku dalam menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan. Nasihatilah aku dalam pemenuhan kewajiban-kewajiban yang telah diamanahkan oleh Allah SWT.”
Umar merupakan pemimpin dengan keahlian administrasi yang tinggi, pemimpin politik dan jenderal militer yang cerdas. Ketidakegoisan dan kekukuhannya dalam menegakkan kebenaran dan hak-hak rakyat membuatnya dihargai dan memiliki posisi penting dalam sejarah. Umar memerintah selama sepuluh tahun.

, Pada waktu Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq jatuh sakit, dia menunjuk Umar bin Khathab untuk menggantikannya.Tetapi penunjukan ini tidak mutlak, melainkan diserahkan kepada kaum Muslimin atas persetujuanmereka bersama tanpa paksaan atau tekanan dari siapa pun jua.Umat Islamlah yang akan menentukan siapa yang mereka terima untuk dijadikan khalifah (kepala negara) dan siapa pun yang mereka inginkan. Ternyata umat Islam menerima Umar bin Khathab secara aklamasi dengan pertimbangan yang sangat mendalam.
Keberanian Umar dalam memisahkan antara kebenaran dengan kebatilan membuatnya dijuluki “Al-Faruq” oleh Rasulullah SAW. Artinya, orang pemisah antara kebenaran dengan kebatilan.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar adalah sahabat dan penasihat terdekat. Hal ini yang membuat Umar menjadi nominator terkuat untuk meneruskan kekhalifahan Abu Bakar. Maka, ketika Abu Bakar wafat, kaum Muslimin sepakat membaiat Umar sebagai khalifah yang baru.
Pada pembaiatannya sebagai khalifah, Umar berkata, “Wahai kaum Muslimin! Kalian semua memiliki hak-hak atas diriku, yang selalu bisa kalian pinta. Salah satunya adalah jika seorang dari kalian memintakan haknya kepadaku, ia harus kembali hanya jika haknya sudah dipenuhi dengan baik.”
“Hak kalian yang lainnya adalah permintaan kalian bahwa aku tidak akan mengambil apa pun dari harta negara maupun dari rampasan pertempuran. Kalian juga dapat memintaku untuk menaikkan upah dan gaji kalian seiring dengan meningkatnya uang yang masuk ke kas negara.”
“Aku akan meningkatkan kehidupan kalian dan tidak akan membuat kalian sengsara. Juga merupakan hak, apabila kalian pergi ke medan pertempuran, aku tidak akan menahan kepulangan kalian. Dan ketika kalian sedang bertempur, aku akan menjaga keluarga kalian laksana seorang ayah.”
“Wahai kaum Muslimin, bertakwalah selalu kepada Allah SWT! Maafkan kesalahan-kesalahanku dan bantulah aku dalam mengemban tugas ini. Bantulah aku dalam menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan. Nasihatilah aku dalam pemenuhan kewajiban-kewajiban yang telah diamanahkan oleh Allah SWT.”
Umar merupakan pemimpin dengan keahlian administrasi yang tinggi, pemimpin politik dan jenderal militer yang cerdas. Ketidakegoisan dan kekukuhannya dalam menegakkan kebenaran dan hak-hak rakyat membuatnya dihargai dan memiliki posisi penting dalam sejarah. Umar memerintah selama sepuluh tahun.
, Di antara kontribusi Umar bin Khathab untuk Islam ialah dia beserta pasukan Islam berhasil membentangkan kejayaan Islam dari Mesir, Syam, Irak sampai ke kerajaan Persia.
Ia beserta para penasihatnya berhasil mengembangkan kalender Islam. Umar juga berhasil membangun administrasi yang baik di dalam pemerintahan Islam. Daulah Islamiyah menunjukkan adanya peningkatan dan perbaikan selama pemerintahannya.
Umar adalah orang pertama yang mencetuskan ide tentang perlunya dilakukan pengumpulan ayat-ayat Alquran. Ayahanda Hafshah (Ummul Mukminin) ini dikenal sebagai sahabat yang berani melakukan ijtihad dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip musyawarah.
Sebagai seorang Khalifah, hidup Umar bin Khathab benar-benar diabdikan untuk mencapai ridha Illahi. Ia berjuang bagi rakyat, benar-benar memerhatikan kesejahteraan rakyat. Di malam hari, dia sering melakukan investigasi untuk mengetahui keadaan rakyat jelata yang sebenarnya.
Suatu malam, Sang Khalifah menemukan sebuah gubuk kecil yang dari dalamnya nyaring terdengar suara tangis anak-anak. Umar mendekat dan memerhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat ada seorang ibu yang dikelilingi anak-anaknya.
Ibu itu kelihatan sedang memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya menangis, sang Ibu berkata, “Tunggulah! Sebentar lagi makanannya akan matang.”
Selagi Umar memerhatikan di luar, sang ibu terus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan sebentar lagi akan matang.
Umar menjadi penasaran. Setelah memberi salam dan meminta izin, dia memasuki gubuk itu dan bertanya kepada sang ibu, "Mengapa anak-anak Ibu tak berhenti menangis?”
“Itu karena mereka sangat lapar,” jawab si ibu.
“Mengapa tidak ibu berikan makanan yang sedang Ibu masak sedari tadi itu?”
“Tidak ada makanan. Periuk yang sedari tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berpikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur.”
“Apakah Ibu sering berbuat begini?” tanya Umar ingin tahu.
“Ya. Saya sudah tidak memiliki keluarga ataupun suami tempat saya bergantung. Saya sebatang kara,” jawab si ibu datar, berusaha menyembunyikan kepedihan hidupnya.
“Mengapa Ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah? Sehingga beliau dapat menolong Ibu beserta anak-anak Ibu dengan memberikan uang dari Baitul Mal? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak,” nasihat Umar.
“Khalifah telah berbuat zalim kepada saya,” jawab si ibu.
“Bagaimana Khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?” sang Khalifah ingin tahu.
“Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang senasib dengan saya.”
Umar berdiri dan berkata, “Tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali!”       
Pada malam yang telah larut itu, Umar segera bergegas ke Madinah, menuju Baitul Mal. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya. Abbas, sahabatnya membantu membawa minyak samin untuk memasak.
Karena jarak antara Madinah dengan rumah sang Ibu demikian jauhnya, keringat bercucuran dari tubuh sang Khalifah. Maka, Abbas berniat untuk membantu Umar mengangkat karung itu. Dengan tegas Umar menolak tawaran Abbas.
”Tidak akan kubiarkan kamu membawa dosa-dosaku di akhirat kelak. Biarkan aku membawa karung besar ini, karena aku merasa begitu bersalah atas apa yang telah terjadi pada si ibu beserta anak-anaknya,” jawab Umar dengan napas yang tersengal.
Maka, ketika Khalifah menyerahkan sekarung gandum yang besar kepada si ibu beserta anak-anaknya yang miskin, bukan main gembiranya mereka menerima bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal ini.
Kemudian ‘lelaki tidak dikenal’ itu memberitahukan si ibu untuk menemui Khalifah besok, untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Baitul Maal.
Betapa terkejutnya si ibu, ketika keesokannya ia berkunjung ke Madinah. Ia menemukan kenyataan bahwa ‘lelaki yang tidak dikenal’ itu tidak lain merupakan Khalifah Umar sendiri.
Umar adalah profil seorang pemimpin yang sukses, mujtahid (ahli ijtihad) yang ulung, dan sahabat Rasulullah SAW yang sejati. Kesuksesannya dalam mengibarkan panji-panji Islam mengundang rasa iri dan dengki, di hati musuh-musuhnya.
Salah seorang di antara mereka Fairuz, Abu Lu’lu’ah, telah mengakhiri hidupnya dengan cara yang amat tragis. Ia menikam Umar tatkala sedang memimpin shalat Subuh pada hari Rabu 26 Dzulhijjah 23 H. Umar Al-Faruq wafat pada hari Ahad, dalam usia 63 tahun, setelah selama lebih kurang sepuluh tahun mengemban amanah sebagai Khalifah.
Dicopy pastedari : Republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar