Minggu, 05 Agustus 2012

LANDASAN HUKUM & PEGANGAN HIDUP MUSLIM



 P e n d a h u l u a n

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

\يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.( QS. Al Baqarah: 208 )
Islam adalah ajaran yang bersifat kompherensiaf tidak parsial, maksudnya tidak hanya mencakup masalah keagaamaan atau religi. Tapi semua aspek dalam kehidupan diatur oleh islam. Karenanya islam adalah agama yang paling lengkap tanpa tertinggal, dari hal yang kecil bersifat spele mulai dari WC sampai masalah-masalah besar, mulai dari dalam kandungan sampai kita di alam akhirat. Betapa Islam adalah agama yang sempurna dan dirahmati.

Islam adalah penuntun yang membawa para pengikutnya agar selamat dunia akhirat, membawa kesejahteraan dunia dan akhirat pula, Islam memberikan tuntunan yang jelas dalam menjalani hidup ini yaitu dengan pedoman yang bersumber dari Al Qur`an dan as-Sunnah Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam .
Namun sangat disayangkan meskipun umat islam mengakui islam sebagai jalan hidup bagi mereka, tetapi banyak diantara umat islam itu sendiri yang masih asing terhadap islam terutama yang berkaitan dengan al-Qur’an, as-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, ijma dan qiyan yang wajib menjadi landasan dan pegangan hidup mereka

Landasan Hukum Islam

 Islam sebagai agama samawi yang bersumber dari wahyu Allah subhanahu wa ta’ala yang dibawa oleh malaikat Zibril kepada Muhammad Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dalam wujud al-Qur’an memuat berbagai  aturan serta petunjuk bagi umat . Hal ini berdasarkan firman Allah :

وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَآ آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan ( syari’at) dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS.Al Maidah :48)

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُّسْتَقِيمٍ
Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (QS.Al Hajj : 67 )

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
-
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاء وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS.ASy Syuura : 13 )

Landasan hukum  atau yang dalam istilah lain disebut juga syari’at menurut istilah adalah hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Mengingat bahwa aturan-aturan dan petunjuk yang diturunkan berupa al-Qur’an sebagian masih ada yang bersifat hanya garis-garis besar saja ( global), Maka Allah subhanahu wa ta’ala menugaskan kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam agar memberikan aturan-aturan detail dan petunjuk yang lebih rinci kepada umat islam melalui as- Sunnah Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam .
Al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah sebagai landasan hukum memberikan jaminan dan kepastian bahwa seluruh perbuatan/tindakan dalam islam itu ada dasar aturannya berupa dalil-dalil berupa ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang ditetapkan oleh pembuat syari’at dalam hal ini Allah Subhanahu wa ta’ala ( melalui al-Qur’an ) dan as-Sunnah Rasul. Sehingga segala bentuk perbuatan/tindakan dalam islam itu dapat dipertanggungkan jawabkan. Sebagai contoh yang berkenaan dengan larangan memakan bangkai sebagaimana yang difirman  Allah subhanahu wa ta’ala :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah [394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya [395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah [396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini [397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa [398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Maidah : 3 )

[394] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145.
[395] Maksudnya ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.
[396] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: "lakukanlah", "jangan lakukan", sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi.
[397] Yang dimaksud dengan hari ialah: masa, yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad r
[398] Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.

Ayat tersebut merupakan dalil/hujjah bagi setiap  muslim untuk tidak memakan makanan yang diharamkan, selanjutkan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam juga melarang/mengharamkan untuk memakan binatang buas sesuai dengan hadits :
Ja.إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ
تَابَعَهُ يُونُسُ وَمَعْمَرٌ وَابْنُ عُيَيْنَةَ وَالْمَاجِشُونُ عَنْ الزُّهْرِيِّ
Shahih Bukhari 5104: dari Abu Tsa'labah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang makan daging binatang buas yang bertaring." Hadits ini juga dikuatkan oleh riwayat Yunus, Ma'mar, Ibnu 'Uyainah dan Al Majisyun dari Az Zuhri.
Dengan adanya dalil/hujjah yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam maka setiap muslim mendapatkan jaminan bahwa apa yang mereka perbuat dalam kehidupan sehari-hari tidak bertentangan dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya. Di sisi lain dapat dihindarkan adanya penambahan hal-hal baru yang sebelumnya tidak ada dalam agama, yang biasanya sering dibuat-buat oleh orang-orang yang hanya berdasarkan kepada akal dan perasaan belaka.
Adanya landasan hukum sebagai pijakan dalam beragama akan memberikan kemudahan bagi umat islam untuk mencapai tujuan hidup mereka sesuai dengan yang dikehendaki oleh islam.
Pedoman/PeganganHidup Muslim
Manusia sebagai makhluk dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Nilai-nilai luhur adalah merupakan suatu tolok ukur kebaikan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia seperti cita-cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia
Layaknya sebuah perahu yang mengarungi samudera yang luas agar tidak tersesat untuk dapat sampai kepada pelabuhan yang dituju tentunya memerlukan pedoman arah yang disebut dengan kompas. Maka begitu pula seseorang hamba yang dalam perjalanan hidup didunia agar sampai kearah yang ingin dicapai berupa kebahagian dunia dan akhirat tentunya memerlukan pula pegangan hidup sebagai pedoman tentang apa saja yang harus diperbuat. Dengan adanya pedoman yang memuat rinci segala bentuk sikap dan perilaku yang harus dipegang dan diimplementasikan dalam kehidupan  maka niscaya akan tercapailah tujuan yang telah dipatok sebelumnya.
Dengan suatu pandangan hidup yang jelas maka umat islam  akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan berbagai aspek kehidupan beragama. Dimana islam sebagai pandangan hidup memiliki standard baku yang ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan diturunkannya al-Qur’an. Hal ini sejalan dengan firman Allah ta’ala :
هَذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّقَوْمِ يُوقِنُونَ
Al Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.( QS.Al Jaatsiyah : 20 )
Juga firman Allah ta’ala :
طس تِلْكَ آيَاتُ الْقُرْآنِ وَكِتَابٍ مُّبِينٍ
هُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ

Thaa Siin [1091] (Surat) ini adalah ayat-ayat Al Quraan, dan (ayat-ayat) Kitab yang menjelaskan, untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman ( QS. An Naml : 1-2 )




Mengingat bahwa al-Qur’an sebagai syari’at yang berisikan ayat-ayat hukum dan aturan-aturan diturunkan bersifat global, maka untuk menterjemahkan lebih lanjut aturan-aturan tersebut maka Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam melalui sunnah beliau menggariskan bagaimana pedoman secara lengkap dan terperinci agar dijadikan pegangan bagi mumat islam. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits Rasulullah shallalahu’alahi wa sallam :

صحيح البخاري ٥٦٣٣: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مُخَارِقٍ سَمِعْتُ طَارِقًا قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ
إِنَّ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Shahih Bukhari 5633: Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Muhariq saya mendengar Thariq berkata; Abdullah berkata; "Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam."

Berdasarkan pedoman sebagai pegangan yang datangnya  dari Rasulullah shallahu’alahi wa sallam melalui seluruh sunnah beliau, setiap muslim dalam keberagamaannya mengimplementasikannya dalam bentuk praktek kesehariannya, misalnya dalam melaksanakan shalat yang diawali dengan bertakbir yang sejalan dengan hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam :

صحيح البخاري ٧٤٧: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ يُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْكَعُ ثُمَّ يَقُولُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ حِينَ يَرْفَعُ صُلْبَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ ثُمَّ يَقُولُ وَهُوَ قَائِمٌ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ عَنْ اللَّيْثِ وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَهْوِي ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَسْجُدُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ ثُمَّ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي الصَّلَاةِ كُلِّهَا حَتَّى يَقْضِيَهَا وَيُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ مِنْ الثِّنْتَيْنِ بَعْدَ الْجُلُوسِ
Shahih Bukhari 747:, telah mengabarkan Abu Bakar bin 'Abdurrahman bahwa dia mendengar Abu Hurairah berkata, "Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat, beliau takbir saat memulai berdiri (takbiratul Ikram), kemudian ketika akan rukuk sambil membaca: 'SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH (semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya) ' ketika mengangkat punggungnya dari rukuk, dalam saat posisi berdiri baliau membaca: RABBANAA LAKAL HAMDU (Ya Rabb kami, milik-Mu lah segala pujian) '." 'Abdullah bin Shalih dari Al Laits menyebutkan, 'WA LAKAL HAMDU', kemudian bertakbir ketika turun (sujud), kemudian bertakbir ketika mengangkat kepala (dari sujud), lalu bertakbir ketika sujud dan ketika mengangkat kepalanya (dari sujud), kemudian Beliau melakukan seperti itu dalam shalat seluruhnya hingga selesai. Dan beliau juga bertakbir ketika bangkit dari dua rakaat setelah duduk (tasyahud awal)."

Seluruh aspek praktek kehidupan umat islam terutama yang berkaitan dengan agama, seluruhnya wajib mengacu kepada pedoman yang telah digariskan Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam, tidak diperboleh untuk melakukan hal-hal atau mengada-adakan sendiri sesuatu yang tidak ada pedomannya dari  Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam karena hal yang sedemikan bersifat bid’ah.


Beberapa Sumber Landasan dan Pegangan Hidup Dalam  Islam
Landasan hukum dan pedoman/ pegangan hidup bagi umat islam itu terdiri dari :
1.Al-Qur’an
2. As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam
3. I’jma
4. Qiyas
Landasan Hukum dan Pedoman Yang Pertama : al-Qur’an
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an :
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ
فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. QQS. Al Qiyamah : 17-18 )

Adapula ulama yang mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
“Kalam Allah subhanahu wa ta’ala  yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahwa salla,  dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.
Sedangkan definisi lainnya  menyebutkan Al-Qur'an sebagai berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu’alahi wa sallam penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallalahu’alaihi wa sallam  yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya: Al-Kitab QS(2:2),QS (44:2),Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9),Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat): QS(10:57).Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39),Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82).Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), dan lain-lainya.

Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.
Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.
Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari'ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.
Dalam Al-Qur’an ada 140 ayat yang secara khusus memuat hukum-hukum tentang ibadah, 70 ayat tentang ahwal syakhshiyah( hubungan pembentukan keluarga), 70 ayat tentang muamalah( perdata ), 30 ayat tentang uqubah (hukuman), dan 20 ayat tentang murafa’at( hukum acara). Juga ada ayat-ayat yang membahas hubungan politik antara negara Islam dengan yang bukan Islam.
Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan Al-Quran meliputi :
1. Tauhid – Keimanan terhadap Allah SWT
2. Ibadah – Pengabdian terhadap Allah SWT
3. Akhlak yaitu yang bertalian dengan sikap & perilaku terhadap Allah subhanahu wa ta, sesama manusia dan makhluk lain
4. Hukum yang  mengatur manusia
5. Hubungan Masyarakat – Mengatur tata cara kehidupan manusia
6. Janji Dan Ancaman – Reward dan punishment bagi manusia
7. Sejarah – Teladan dari kejadian di masa lampau
Selain dari itu prinsif dari al-qur’an mengatur berbagai larangan dan berbagai perintah,  dimana dalam al-qur’an disebutkan sebanyak 95 peraturan larangan dan sebanyak 108 yang mengatur berbagai perintah.

Al-Quran sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam melalui malaikat Zibril ‘alaihi sallam merupakan sumber hukum, yang ditetapkan Allah ta’ala sesuai dengan firman-Nya :
اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَآ آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian [421] terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu [422], Kami berikan aturan ( syari’at) dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS.Al Maidah :48)

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُّسْتَقِيمٍ
Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (QS.Al Hajj : 67 )

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
-
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاء وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama [1341] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS.ASy Syuura : 13 )

Al-Qur’an memiliki banyak peranan untuk manusia seperti sumber panduan hidup, penjelas tujuan hidup, mengisi jiwa yang kosong dan termasuklah menerangkan apa yang memberi maslahat serta menjauhkan mudarat bagi manusia.
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu’alahi wa sallam untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruh- nya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.(QS. Saba’:28 ).
Al Qur'an merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia.
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
1.Yang berkaitan dengan  Tauhid, yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan Contohnya, peraturan yang berhubungan dengan Dzat dan Sifat Allah subhanahu wa ta’ala. yang harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di dalamnya kenikmatan dan siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk. Tentang hal tauhid ini salah satu ayat menyebutkan larangan menyimpang dalam bertauhid  sebagaimana firman-Nya :
1.     وَقَالَ اللّهُ لاَ تَتَّخِذُواْ إِلـهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلهٌ وَاحِدٌ فَإيَّايَ فَارْهَبُونِ

2.     وَلَهُ مَا فِي الْسَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلَهُ الدِّينُ وَاصِبًا أَفَغَيْرَ اللّهِ تَتَّقُونَ
3.     وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ

Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua tuhan; sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut".
Dan kepunyaan-Nya-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nya-lah keta'atan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah?
Dan apa saja ni'mat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. (QS.An Nahl : 51-53 )

 2.Yang berkaitan dengan  Akhlak, yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa. Contohnya, segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus berbuat benar, harus memenuhi janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.Dan b anyak lagi yang lainnya. Bertalian dengan akhlak ini salah satunya adalah larangan dengki, sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَلاَ تَتَمَنَّوْاْ مَا فَضَّلَ اللّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُواْ وَلِلنِّسَاء نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُواْ اللّهَ مِن فَضْلِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS.An Nisaa : 32 )

3.Yang berkaitan dengan apa yang disebut Fiqh, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah subhanahu wa ta’ala  dan hubungan manusia dengan sesamanya.
Pertama :Peraturan yang membicarakan hubungan antara manusia dengan Rabbnya  yaitu masalah ibadah, Contoh ibadah misalnya shalat, zakat, p uasa dan haji.Mengenai perintah ini disebutkan dalam salah
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan( QS. Al Baqarah : 110)
 Kedua :   muamalat, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya. Dalam masalah muamalat ini  aturan yang ada dalam al-Quran sangat luas dan membicarakan banyak hal antara lain :.
a.Yang berkaitan dengan, hukum-hukum yang berhubungan dengan pembentukan dan pengaturan keluarga dan segala akibat-akibatnya, seperti perkawinan, mahar, nafkah, perceraian (talak-rujuk), iddah, hadhanah (pemeliharaan anak), radha’ah (menyusui), warisan, dan lain-lain. Oleh kebanyakan para mujtahidin, bagian kedua ini dimasukkan ke dalam bagian mu’amalah. Salah satu contoh yaitu yang berkaitan dengan
larangan menikahi wanita yang termasuk mahram, sebagaimana firman Allah ta’ala :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan [281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( QS. An-Nisaa : 23 )

[281] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. Dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. Sedang yang dimaksud dengan "anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu", menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

Contoh lain yang berkaitan dengan hukum waris, Allah berfirman :

يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمِّهِ السُّدُسُ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَآؤُكُمْ وَأَبناؤُكُمْ لاَ تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيما حَكِيمًا
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan [272]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua [273], maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak- anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An Nisaa: 11 )

[272] Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (Lihat ayat 34 surat An Nisaa).
[273] Lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan Nabi.


b. Yang berkaitan dengan   (masalah perdata), yaitu suatu yang yang mengatur harta benda hak milik, akad (kontrak atau perjanjian), kerjasama sesama orang seperti jual-beli, sewa menyewa (ijarah), gadai (rahan), perkonsian (syirkah), dan lain-lain yang mengatur urusan harga benda seseorang, kelompok, dan segala sangkut-pautnya seperti hak dan kekuasaan serta perekonomian. Contoh ayat yang berkaitan dengan hal adalah tentang utang piuatang dengan jaminan barang (gadai ) sebagaimana firman Allah ta’ala
-
وَإِن كُنتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُواْ كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللّهَ رَبَّهُ وَلاَ تَكْتُمُواْ الشَّهَادَةَ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang [180] (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al Baqarah : 283 )

[180] Barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.

c.Yang berkaitan hukum pidana membicarakan ketentuan yang berhubungan dengan kejahatan, pelanggaran, dan akibat-akibat hukumnya. Sebagai contoh ayat tentang hukuman bagi pencuri sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُواْ أَيْدِيَهُمَا جَزَاء بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Maidah : 38 )

Ayat lain yang menyebutkan pemberian sanksi bagi pelanggaran hukum perzinahan, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.(QS.An Nur : 2 )


.

d. Yaitu yang berkaitan dengan peperangan (hukum perang), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur peperangan antar bangsa, mengatur perdamaian, piagam perjanjian, dokumen-dokumen dan hubungan-hubungan umat Islam dengan umat bukan Islam.
Beberapa firman berikut ini merupakan ayat yang membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan peperangan :
Firman Allah ta’ala :

فَإِذا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّى إِذَا أَثْخَنتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاء حَتَّى تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاء اللَّهُ لَانتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِن لِّيَبْلُوَ بَعْضَكُم بِبَعْضٍ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَلَن يُضِلَّ أَعْمَالَهُمْ
Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. (QS.Muhammad:4)
 Juga firman Allah subhanahu wa ta’ala :

قَاتِلُواْ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَلاَ يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُواْ الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah [638] dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.( QS.At Taubah : 29 )

[638] Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.

Ayat tentang hukum memberikan perlindungan berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَّ يَعْلَمُونَ
Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
(QS. At Taubah : 6 )

Juga firman Allah ta’ala :
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.( QS.Al Mumtahana : 8 )

Dalam al-Qur’an wujud dari ayat-ayat yang mengatur berbagai ketentuan banyak ditampilkan dalam ayat-ayat perintah dan larangan, dimana Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan sesuatu hal maka  pada hakikatnya ayat tersebut  adalah merupakan ketentuan hukum. Sebagai contoh ayat tentang hal-hal  yang diharamkan sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :

قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَ تَقْرَبُواْ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلاَ تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar [518]". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).( QS. Al An’am : 151 ).
Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci dan ada yang garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat ta’abud (dalam rangka ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala ), namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan, undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman.
Selain itu al-Qur’an memuat pula hal-hal yang berkenaan dengan halal dan haram sebagaimana dalam sebuah firman Allah subhanahu wa ta’ala
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah [394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya [395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah [396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini [397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa [398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Maidah : 3 )
 Keterangan :
[394] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145. [395] Maksudnya ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati. [396] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: "lakukanlah", "jangan lakukan", sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi. [397] Yang dimaksud dengan hari ialah: masa, yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad r [398] Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa
Landasan Hukum dan Pedoman Yang Kedua : as-Sunnah Rasulullah shalallahui’alahi wa sallam
Pengertian  as-Sunnah Rasulullah
Al-Sunnah secara etimologi berarti:
الطريقة المسثقيمة و السيرة المستمرة حسنة كانت او سيئة
“Jalan yang lurus dan berkesinambungan yang baik atau yang buruk” Secara terminologis, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan al-Sunnah sesuai dengan perbedaan dengan keahlian masing-masing. Para ulama Hadits mengatakan bahwa al-Sunnah adalah:
“Setiap apa yang ditinggalkan (diterima) dari Rasul shalallahu’alaihi wa sallam  berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, akhlak atau kehidupan, baik sebelum beliau diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya, seperti tahanuts (berdiam diri) yang dilakukan di gua Hira atau sesudah kerasulan beliau”
Para ulama Hadits memberikan pengertian yang luas terhadap al-Sunnah disebabkan pandangan mereka terhadap Nabi Muhammad saw sebagai contoh yang baik bagi umat manusia, bukan sebagai sumber hukum. Oleh karena itu, ulama Hadits menerima dan meriwayatkan al-Sunnah secara utuh atas segala berita yang diterima tentang diri Nabi saw tanpa membedakan apa-yang diberitakan itu-isinya berkaitan dengan penetapan hukum syara ataupun tidak, juga menyebutkan bahwa perbuatan yang dilakukan Nabi sebelum atau sesudah beliau diangkat menjadi Rasul sebagai Sunnah.
Para ulama ahlus sunnah jama’ah telah bersepakat bahwa as-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam merupakan sumber hukum ( syari’at ) Islam selain al-Qur’an.
Mengapa as-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam disepakati oleh para Ulama as-Sunnah wal jama’ah sebagai sumber hukum ( syari’at) dalam islam. Hal ini dikarenakan as-Sunnah atau yang juga sering disebut sebagai al -Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam berisikan materi-materi yang membimbing dan memberi petunjuk yang sangat rinci tentang bagaimanakah seorang muslim itu melaksanakan agama islam yang dianutnya. Tanpa adanya dalil-dalil yang ada dalam al-hadits tidaklah mungkin seseorang muslim dapat menjalankan agamanya.
Karena as-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam berisikan petunjuk yang lengkap untuk urusan agama ini, maka jadilah as-Sunnah tersebut sebagai sumber hukum ( Syari’at ) dalam islam.
As-Sunnah ditetapkan sebagai syari’at karena as-Sunnah tersebut sebagai hujjah tersebut tidaklah sekedar hanya serta merta belaka, tetapi ketetapan as-Sunnah sebagai syari’at tersebut disebutkan dalam banyak dalil yang dapat dipertanggung jawabkan. Baik dalil-dalil yang bersumber dari ayat-ayat al-Qur’an, al-Hadits, Ijma Ulama.
1.Ayat-ayat al-Qur’an Yang Menyebutkan as-Sunnah Sebagai Hujjah

1.1. Yang menunjukkan wajibnya beriman kepada Nabi Muhammad
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ءَامِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah Ta’ala turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah Ta’ala turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya” (Q.S.An Nisaa:136)
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

﴿ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا % لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ﴾

" Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, menguatkan (agama) Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang" (QS.Al Fath:8-9)

1.2. Yang menunjukkan bahwa Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan isi kandungan Al Qur’an Allah Ta’ala berfirman:

﴿ بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ﴾

"… keterangan-keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan, ( Q.S. An Nahl:44)

1.3. Yang menunjukkan wajibnya taat kepada Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam secara mutlak dan ketaatan kepadanya merupakan perwujudan ketaatan kepada Allah Ta’ala serta ancaman bagi yang menyelisihi dan mengubah sunnahnya Firman Allah Ta’ala :

 وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat keras hukuman-Nya”. (QS.Al Hasyr:7)
 Juga Allah Ta’ala berfirman:

 مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

"Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah Ta’ala. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."(QS.An Nisaa;80)
 Allah Ta’ala berfirman:

 فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

"… maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih"(QS.An Nuur:63)

1.4. Yang menunjukkan wajibnya mengikuti serta beruswah kepada beliau shalallahu’alaihi wa sallam  dan mengikuti sunnahnya merupakan syarat untuk meraih mahabbatullah
Firman Allah Ta’ala :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah Ta’ala dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah Ta’ala.” (Q.S. 33:21)
 Firman Allah Ta’ala

 قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴾
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah Ta’ala, ikutilah aku, niscaya Allah Ta’ala mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Ta’ala Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.Ali Imran:31)

1.5. Yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kepada Rasulullah  shalallahu’alaihi wa sallam  untuk mengikuti firman-Nya dan menyampaikan seluruh wahyu serta penegasan bahwa beliau telah melaksanakan perintah tersebut dengan baik .
 Allah Ta’ala berfirman:

 يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا(1)وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ رَبِّكَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ﴾
Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah Ta’ala dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS.Al Ahzab:1-2)
Firman Allah Ta’ala :
 يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah Ta’ala memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS.Al Maaidah:67)
 Juga firman Allah Ta’ala
وَإِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيم
" Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus." (QS.Al Mu'minun:73)

2. Hadits-Hadits Yang Menunjukkan as-Sunnah Sebagai Hujjah

Sebagaimana Al Qur’an, dalam Al Hadits juga sangat banyak memuat dalil-dalil yang menunjukkan bahwa As Sunnah merupakan hujjah. Dalil-dalil tersebut bisa diklasifikasikan menjadi 3 jenis :

a. Kabar yang beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan bahwa beliau diberikan wahyu dan apa yang beliau sampaikan merupakan syari’at Allah Ta’ala, karenanya mengamalkan As Sunnah berarti mengamalkan Al Qur’an. Dan Iman tidak akan sempurna kecuali setelah mengikuti sunnahnya dan tidak ada yang bersumber dari beliau kecuali baik dan benar.
Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ t عَنْ رَسُولِ اللَّهِ r أَنَّهُ قَالَ: ] أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ أَلَا لَا يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الْأَهْلِيِّ وَلَا كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السَّبُعِ [

- Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib t dari Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Ketahuilah sesungguhnya telah diberikan kepadaku Al Kitab (Al Qur’an) dan yang semisal dengannya (As Sunnah), ketahuilah akan datang seorang laki-laki yang kekenyangan di atas sofanya dan berkata :”Hendaknya kalian berpegang teguh pada Al Qur’an ini, apa yang kalian dapati di dalamnya tentang kehalalannya maka halalkan, dan apa yang kalian dapati tentang keharamannya maka haramkan”, (Rasulullah r bersabda):"Ketahuilah bahwa tidak dihalalkan bagi kalian keledai negeri dan setiap binatang buas yang bertaring
Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

عن أبي هريرةt أن رسول الله r : ) مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ …(

“Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwasanya Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Barangsiapa yang taat kepadaku sungguh ia telah taat kepada Allah Ta’ala dan siapa yang bermaksiat kepadaku sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah Ta’ala
…”
 Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu berkata: Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

] كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى [ رواه البخاري ومسلم

” Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. (Para sahabat) bertanya, “Siapa mereka itu yang enggan wahai Rosulullah” ? Beliau bersabda : “Barangsiapa yang menaatiku maka dia akan masuk surga dan siapa yang mendurhakaiku maka dialah yang enggan masuk surga
Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ e أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ r بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ عَنْ الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ e فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ فَقَالَ : ] اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقّ [

Dari Abdulah bin Amr t bahwasanya dia berkata: Dulu saya menulis seluruh apa yang saya dengar dari Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam yang ingin saya hafal, namun kaum Quraisy melarangku, mereka berkata: Sesungguhnya engkau menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam padahal Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam adalah seorang manusia biasa yang berbicara saat marah dan senang. Maka saya menghentikan penulisan tersebut lalu saya menyebutkan hal tersebut kepada Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam lalu beliau bersabda-sambil mengisyaratkan dengan jarinya ke mulut beliau-:”Tulislah ! Demi zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya tidak ada yang keluar darinya kecuali haq “

b. Perintah beliau untuk memegang teguh sunnahnya dan larangan beliau hanya mengambil dan mengamalkan Al Qur’an tanpa As Sunnah dan mengikuti hawa nafsu serta hanya menggunakan logika belaka.
Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

عن الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ t أن رسول الله r َقَالَ : ] أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ [

Dari ‘Irbadh bin Sariyah bahwasanya Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Saya berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah Ta’ala, dan untuk mendengar serta taat (kepada pemimpin), walaupun (yang memerintah kalian) seorang hamba yang bersal dari Habasyah(Ethiopia), karena sesungguhnya siapa yang hidup diantara kalian sesudahku maka dia akan melihat ikhtilaf (perselisihan) yang banyak, maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rosyidin, pegangilah sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian, dan jauhilah seluruh perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya
segala yang baru itu bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat
Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

- عن أبى رافع t عن النبي r قَالَ :] لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيكَتِهِ يَأْتِيهِ الْأَمْرُ مِنْ أَمْرِي مِمَّا أَمَرْتُ بِهِ أَوْ نَهَيْتُ عَنْهُ فَيَقُولُ لَا نَدْرِي مَا وَجَدْنَا فِي كِتَابِ اللَّهِ اتَّبَعْنَاهُ [ رواه أبو داود و الترمذي و ابن ماجه

- Dari Abu Rafi’ t dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Saya tidak ingin mendapatkan salah seorang diantara kalian yang bersandar di atas sofanya, datang kepadanya perintahku atau laranganku lalu dia berkata :”Kami tidak tahu, apa yang kami dapat di dalam Al Qur’an itulah yang kami ikuti
Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

-ِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ tعَنْ النَّبِيِّ r قَالَ : ] دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ [ رواه البخاري ومسلم

- Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Tinggalkanlah apa yang aku tinggalkan, karena sesungguhnya yang membinasakan orang sebelum kalian adalah pertanyaan mereka dan kedurhakaan mereka terhadap nabi-nabi mereka, maka jika aku melarang sesuatu maka tinggalkanlah dan jika aku memerintah kalian sesuatu maka laksankanlah sekemampuan kalian

c. Perintah beliau untuk mendengarkan haditsnya, menghafalkannya, dan menyampaikannya kepada yang belum mendengarnya dan beliau menjanjikan bagi yang menyampaikannya berupa pahala yang sangat besar.
Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

عن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ t قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ e يَقُولُ : ] نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَ فَرُبَّ مُبَلِّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ [ رواه الترمذي وابن ماجه وأحمد

Dari Abdullah bin Mas’ud t berkata:” Saya telah mendengar Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Semoga Allah Ta’ala menjadikan berseri-seri wajah seseorang yang mendengarkan sesuatu dari kami kemudian dia menyampaikannya sebagaimana yang dia dengarkan. Boleh jadi yang disampaikan lebih memahami dari yang mendengar (langsung) “
Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ r قَالَ: ] بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً …[

Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash t bahwasanya Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat

Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

عَنْ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ t عَنْ النَّبِيِّ e قَالَ : ]… أَلَا لِيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يَبْلُغُهُ أَنْ يَكُونَ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ [ رواه البخاري و مسلم

Dari Abu Bakrah t dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:”… Perhatikanlah, hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, sebab boleh jadi sebagian orang yang disampaikan lebih paham dari orang yang (langsung) mendengar
3. Ijma Para Ulama Tentang as-Sunnah Sebagai Hujjah
Jika kita menelusuri atsar-atsar ulama Salaf dan khabar-khabar ulama Khalaf sejak masa Khulafaur Rosyidin hingga masa kini tidak kita dapati seorang imam mujtahid pun bahkan seorang muslim yang awam yang mempunyai sebesar dzarrah keimanan pada hatinya yang mengingkari kewajiban untuk berpegang teguh pada As Sunnah dan berhujjah dengannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata:” Dan hendaknya diketahui bahwa tidak seorang pun diantara para imam yang diikuti oleh umat ini sengaja menyelisihi Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam dari sunnah yang kecil dan besar. Karena sesungguhnya, mereka telah sepakat dengan penuh keyakinan akan kewajiban mengikuti Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam dan bahwa setiap orang diterima dan ditolak perkataannya kecuali Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam “
Macam-macam al-Sunnah dilihat dari Segi bentuknya
Al-Sunnah jika dilihat dari segi bentuknya terdapat tiga perkara, yaitu:
1. Sunnah qauliyah, yaitu Hadits-Hadits yang diucapkan langsung oleh Nabi saw dalam berbagai kesempatan terhadap berbagai masalah yang kemudian dinukil oleh para sahabat dalam bentuknya yang utuh sebagaimana diucapkan oleh Nabi saw. Diantara contohnya yaitu Hadits dari Anas bin Malik bahwa rasulullah saw bersabda:
سووا صفوفكم فإن تسوية الصف من تمام الصلاة (رواه مسلم)
“Hendaklah kamu meluruskan shaf (barisan) mu, karena sesungguhnya shaf yang lurus itu termasuk dari kesempurnaan shalat” (H. R. Muslim)
2. Sunnah Fi’liyah, yaitu Hadits-Hadits yang berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan oleh Nabi saw yang dilihat atau diketahui para sahabat, kemudian disampaikan kepada orang lain.
Dalam masalah ini, para ulama ushul fiqh membahas secara mendalam tentang kedudukan  Sunnah fi’liyah. Masalah yang dikemukakan adalah: Apakah seluruh perbuatan Rasulullah saw wajib diikuti umatnya atau tidak. Ulama ushul fiqh membaginya kepada:
a. Perbuatan yang dilakukan Nabi saw sebagai manusia biasa, seperti makan, minum, duduk, berpakaian, dan sebagainya. Perbuatan seperti ini tidak termasuk sunnah yang wajib diikuti oleh umatnya. Hal ini dikarenakan perbuatan Nabi sebagai manusia biasa.
b. Perbuatan yang dikerjakan Rasul shallallahu’alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut khusus untuk dirinya, seperti melakukan shalat tahajjud setiap malam, menikahi perempuan lebih dari empat atau menerima sedekah dari orang lain. Perbuatan seperti ini adalah khusus untuk diri Rasul dan tidak wajib diikuti.
c. Perbuatan yang berkenaan dengan hukum dan ada alasannya, yaitu, sunnat, haram, makruh dan mubah. Perbuatan seperti ini menjadi syari’at bagi umat Islam.
3.  Sunnah Taqririyah, yaitu Hadits yang berupa ketetapan Nabi saw terhadap apa yang datang atau yang dilakukan sahabatnya. Nabi saw membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya tanpa memberikan penegasan apakah beliau bersikap membenarkan atau mempermasalahkannya
Hubungan Antara Al-Qur’an Dan As-Sunnah
As Sunnah bersama Al Qur’an berada dalam martabat yang satu jika ditinjau dari segi keberadaannya sebagai hujjah dalam syari’at ini. Karenanya ketika kita mendapati beberapa nash yang kelihatannya bertentangan diantara keduanya (Al Qur’an dan As Sunnah) tidak boleh kita langsung meninggalkan As Sunnah dengan alasan bertentangan dengan dalil yang lebih tinggi martabatnya, bahkan keduanya harus digabungkan kemudian dicari jalan keluarnya. Ditinjau dari segi hukum maka hubungan Al Qur’an dengan As Sunnah adalah :

1. Terkadang As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah tercantum di dalam Al-Qur’an. Contoh : Hukum jilbab dan menundukkan pandangan.

2. Terkadang As-Sunnah menafsirkan dan merinci hal-hal yang masih bersifat global dalam Al-Qur’an. Contoh : Di dalam Al-Qur’an Allah Ta’ala memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan sholat dan haji, lalu datang As-Sunnah menjelaskan secara rinci kaifiyat (tata cara) pelaksanaan kedua ibadah tersebut.Kebanyakan as Sunnah termasuk dalam jenis yang kedua ini

3. Terkadang As-Sunnah menetapkan hukum yang tidak disebutkan di dalam Al Qur’an. Contoh : Hukum mencukur alis, mengikir gigi, penjelasan tentang harta waris bagi nenek, hukum rajam bagi pezina yang sudah menikah dan lain-lain.


Landasan Hukum dan Pedoman Yang Ketiga Dalam Islam : ‘Ijma Ulama
obyek ijma` ialah semua peristiwa atau kejadian yang tidak ada dasarnya dalam al-Qur`an dan al-Hadits, peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan ibadat ghairu mahdhah (ibadat yanng tidak langsung ditujukan kepada Allah SWT) bidang mu`amalat, bidang kemasyarakatan atau semua hal-hal yang berhubungan dengan urusan duniawi tetapi tidak ada dasarnya dalam al-Qur`an dan al-Hadits 

1. Pengertian ijma`
Ijma` menurut bahasa Arab berarti kesepakatan atau sependapat tentang sesuatu hal, seperti perkataan seseorang ( ) yang berati "kaum itu telah sepakat (sependapat) tentang yang demikian itu."
Ijma’ dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad) terhadap sesuatu. disebutkan أجمع فلان على الأمر berarti berupaya di atasnya.
Pengertian kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti yang pertama dengan yang kedua ini bahwa arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu orang
Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum syara.
Menurut istilah ijmaialah kesepakatan mujtahid ummat Islam tentang hukum syara' dari peristiwa yang terjadi setelah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam meninggal dunia. Sebagai contoh ialah setelah Rasulullah shallalahu’alahi wa sallam  meninggal dunia diperlukan pengangkatan seorang pengganti beliau yang dinamakan khalifah. Maka kaum muslimin yang ada pada waktu itu sepakat untuk mengangkat seorang khalifah dan atas kesepakatan bersama pula diangkatlah Abu Bakar radhyallah a’nhu sebagai khalifah pertama. Sekalipun pada permulaannya ada yang kurang menyetujui pengangkatan Abu Bakar itu, namun kemudian semua kaum muslimin menyetujuinya. Kesepakatan yang seperti ini dapat dikatakan ijma

2. Dasar hukum ijma`al-Qur'an, dan as-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.

a. Al-Qur`an
Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisaa : 59 )
Perkataan amri yang terdapat pada ayat di atas berarti hal, keadaan atau urusan yang bersifat umum meliputi urusan dunia dan urusan agama. Ulil amri dalam urusan dunia ialah raja, kepala negara, pemimpin atau penguasa, sedang ulil amri dalam urusan agama ialah para mujtahid.
Dari ayat di atas dipahami bahwa jika para ulil amri itu telah sepakat tentang sesuatu ketentuan atau hukum dari suatu peristiwa, maka kesepakatan itu hendaklah dilaksanakan dan dipatuhi oleh kaum muslimin.
Firman AIlah SWT:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(QS.Ali Imran : 103 )

Ayat ini memerintahkan kaum muslimin bersatu padu, jangan sekali-kali bercerai-berai. Termasuk dalam pengertian bersatu itu ialah beri’jma (bersepakat) dan dilarang bercerai-berai, yaitu dengan menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para mujtahid.
Firman Allah SWT:
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu [348] dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.(QS. An Nisaa : 115 )

[348] Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan.

Pada ayat di atas terdapat perkataan sabîlil mu`minîna yang berarti jalan orang-orang yang beriman. Jalan yang disepakati orang-orang beriman dapat diartikan dengan ijma`, sehingga maksud ayat ialah: "barangsiapa yang tidak mengikuti ijma` para mujtahidin, mereka akan sesat dan dimasukkan ke dalam neraka."
Selain itu adapula ayat yang dijadikan landasan hukum ‘ijma sebagaimana firman allah subhanahu wa ta’ala :


وَمِمَّنْ خَلَقْنَا أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ
Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.(QS.Al A’raf : 181 )


b. As-Sunnah ( Hadits )

Syari’at dalam islam selain bersumber dari  Al Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam disefakati pula oleh para ulama adalah  Ijma’ berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nabi Saw Muadz ibn Jabal ketika diutus ke Yaman.
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ، قَالَ لَهُ:”كَيْفَ تَقْضِي إِنْ عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟”، قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ:”فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟”قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:”فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟”قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلا آلُو، قَالَ: فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ:”الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”
“Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata: “Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan berijtihad dan tidak berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya (Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw”.[7]
Bila para ulama  telah melakukan ijma` tentang hukum syara dari suatu peristiwa atau kejadian, maka ijma` itu hendaklah diikuti, karena mereka tidak mungkin melakukan kesepakatan untuk melakukan kesalahapalagi kemaksiatan dan dusta, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

سنن الترمذي ٢٠٩٣: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ نَافِعٍ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنِي الْمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ الْمَدَنِيُّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي أَوْ قَالَ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَسُلَيْمَانُ الْمَدَنِيُّ هُوَ عِنْدِي سُلَيْمَانُ بْنُ سُفْيَانَ وَقَدْ رَوَى عَنْهُ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ وَأَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالَ أَبُو عِيسَى وَتَفْسِيرُ الْجَمَاعَةِ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ هُمْ أَهْلُ الْفِقْهِ وَالْعِلْمِ وَالْحَدِيثِ قَالَ و سَمِعْت الْجَارُودَ بْنَ مُعَاذٍ يَقُولُ سَمِعْتُ عَلِيَّ بْنَ الْحَسَنِ يَقُولُ سَأَلْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ مَنْ الْجَمَاعَةُ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ قِيلَ لَهُ قَدْ مَاتَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ قَالَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ قِيلَ لَهُ قَدْ مَاتَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ وَأَبُو حَمْزَةَ السُّكَّرِيُّ جَمَاعَةٌ قَالَ أَبُو عِيسَى وَأَبُو حَمْزَةَ هُوَ مُحَمَّدُ بْنُ مَيْمُونٍ وَكَانَ شَيْخًا صَالِحًا وَإِنَّمَا قَالَ هَذَا فِي حَيَا:
 dari Ibnu 'Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan ummatku, atau beliau bersabda (keraguan dari perawi) ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berada di atas kesesatan, dan tangan Allah bersama Al Jama'ah, dan barangsiapa yang hidup menyendiri maka dia akan menyendiri pula masuk neraka." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Beberapa contoh tentang ‘ijma ( kesepakatan ) para ulama tentang beberapa hal sebagaimana yang terdapat dalam kitab Persepakatan para Ulama dalam Hukum Islam Ensiklopedi Ijmak antara lain :
1.Masalah asuhan ( Pemeliharaan ) ditetapkan hak ibu untuk memelihara apabila suami isteri bercerai, sedangkan mewreka mempunyai anak laki-laki atau perempuan, maka si ibu adalah yang paling berhak memeliharanya apabila memenuhi syarat-syaratnya
2.Masalah  batasan aurat laki-laki, kemaluan dan dubur adalah aurat menurut ijma, adapun pusar laki-laki dan betisnya tidak termasuk aurat.
3.Masalkah batasan aurat perempuan, rambut dan badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat.
4.Kenajisan babi,daging. Lemak, minyak, tulasng rawan,sumsum dan urat/otot babi semuanya najnis. Apapun juga yang megakibatkan kematiam babi itu.Hukum babi dalam kenajisannya sama dengan hukum anjing.
Banyak sekali ijma ulama yang dijadikan landasan hukum dan pegangan bagi umat islam dalam melaksanakan keberagamaannya, sehingga dengan adanya landasan hukum dan pegangan  tersebut akan menyelamatkan mereka dari kesesatan dan kemudharatan bagi kepentingan dunia dan akhirat mereka.
Landasan Hukum dan Pedoman Dalam Islam yang Keempat: Qiyas
1.  Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa Arab berarti menyamakan, membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.
Qiyas menurut Wikipedia Indonesia  artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya .
Menurut para ulama Ushul Fiqh, ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nash (teks) nya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan ‘illat ( sebab/alasan ) antara kedua kejadian atau peristiwa tersebut.
Apabila  terjadi suatu kejadian atau peristiwa yang perlu ditetapkan hukumnya, tetapi tidak ada nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkannya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh dengan cara qiyas, yaitu dengan mencari peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, serta antara kedua kejadian atau peristiwa itu ada persamaan ‘illat. Jadi suatu qiyas hanya dapat dilakukan apabila telah diyakini bahwa benar-benar tidak ada satupun nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum suatu peristiwa atau kejadian. Karena itu tugas pertama yang harus dilakukan oleh seorang yang akan melakukan qiyas, ialah mencari: apakah ada nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum dari peristiwa atau kejadian. Jika telah diyakini benar tidak ada nash yang dimaksud barulah dilakukan qiyas. Agar lebih mudah memahaminya dikemukakan contoh-contoh berikut:
a. Mengonsumsi (memakai) narkotik adalah suatu perbuatan yang perlu ditetapkan hukumnya, sedang tidak satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas dengan mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu perbuatan minum khamr, yang diharamkan berdasar firman Allah subhanahu wa ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamr; berjudi, menyembah patung dan mengundi nasib dengan anak panah tidak lain hanyalah suatu yang kotor, termasuk perbuatan syaitan, karena itu hendaklah kamu jauhi agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS al-Mâidah [5]: 90)
Antara (mengonsumsi/memakai) narkotik dan (minum) khamr ada persamaan, illatnya, yaitu sama-sama berakibat memabukkan para peminumnya, sehingga dapat merusak akal. Berdasarkan persamaan ‘illat itu ditetapkanlah hukum mengonsumsi/mamakai narkotik itu yaitu “haram”, sebagaimana haramnya “minum khamr”.
b.  Si Fulan telah menerima wasiat dari Fulanah bahwa ia akan menerima sebidang tanah yang telah ditentukan, jika Fulanah meninggal dunia. Karena si Fulan  ingin segera memperoleh tanah yang diwasiatkan, karena itu dibunuhnyalah si Fulanah yang telah berwasiat kepadanya. Timbul persoalan: Apakah Fulan  tetap memperoleh tanah yang diwasiatkan itu? Untuk menetapkan hukumnya dicarilah kejadian yang lain yang ditetapkan hukumnya berdasar nash dan ada pula persamaan ‘illatnya. Perbuatan itulah pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap orang yang akan diwarisinya, karena ingin segera memperoleh harta warisan. Sehubungan dengan itu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
سنن الترمذي ٢٠٣٥: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْقَاتِلُ لَا يَرِثُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ لَا يَصِحُّ لَا يُعْرَفُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَإِسْحَقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي فَرْوَةَ قَدْ تَرَكَهُ بَعْضُ أَهْلِ الْحَدِيثِ مِنْهُمْ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ الْقَاتِلَ لَا يَرِثُ كَانَ الْقَتْلُ عَمْدًا أَوْ خَطَأً و قَالَ بَعْضُهُمْ إِذَا كَانَ الْقَتْلُ خَطَأً فَإِنَّهُ يَرِثُ وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ
Sunan Tirmidzi 2035: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah; telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ishaq bin 'Abdullah dari Az Zuhri dari Humaid bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Orang yang membunuh tidak boleh mewarisi." Berkata Abu Isa: Ini merupakan hadits yang tidak shahih, tidak diketahui kecuali melalui jalur ini. Dan Ishaq bin Abdullah bin Abi Farwah telah ditinggalkan oleh sebagian ahli hadits seperti Ahmad bin Hambal, namun hadits ini diamalkan oleh para ulama bahwa orang yang membunuh tidak boleh mewarisi baik itu pembunuhan yang disengaja atau tidak. Adapun sebagian ulama berpendapat bahwa, jika pembunuhannya tidak disengaja maka dia boleh mewarisi, dan ini merupakan pendapatnya Malik.
Antara kedua peristiwa itu ada persamaan ‘illatnya, yaitu ingin segera memperoleh sesuatu sebelum sampai waktu yang ditentukan. Berdasarkan persamaan ‘illat itu maka dapatlah  ditetapkan hukum bahwa si Fulan haram memperoleh tanah yang diwariskan Fulanah  untuknya, karena ia telah membunuh orang yang telah berwasiat untuknya, sebagaimana orang yang membunuh orang yang akan diwarisinya, diharamkan memperolah harta warisan dari orang yang telah dibunuhnya.
c. Seseorang yang asyik melakukan pekerjaan padahal azan jum’at telah berkumandang, namun yang bersangkutan tidak tergerak hatinya untuk menunaikan shalat jum’at bagaimana hukumnya. Namun karena belum adanya nash tentang hukum kejadian tersebut maka  dicari perbuatan lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash dan ada pula persamaan ‘illatnya, yaitu terus menerus melakukan jual beli setelah mendengar azan Jumat, yang hukumnya makruh. Berdasar firman AIIah subhanahu wa ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli [1476]. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(QS. Al Jumu’ah : 9 )
Keterangan :
[1476] Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan mu'azzin telah azan di hari Jum'at, maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan mu'azzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya.
Antara kedua pekerjaan itu ada persamaan ‘illatnya, karena itu dapat pula ditetapkan hukum mengerjakan suatu pekerjaan setelah mendengar azan Jumat, yaitu makruh seperti hukum melakukan jual-beli setelah mendengar azan Ju’mat.
Dari contoh-contoh di atas dapat dilihat bahwa dalam melakukan qiyas ada satu peristiwa atau kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya sedang tidak ada satupun nash yang dapat dijadikan dasar hukumnya untuk menetapkan hukum dari peristiwa atau kejadian itu, dicarilah peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. Kedua peristiwa atau kejadian itu mempunyai ‘illat yang sama pula. Kemudian ditetapkanlah hukum peristiwa atau kejadian yang pertama sama dengan hukum peristiwa atau kejadian yang kedua.
Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama
2. Dasar Hukum Qiyas
Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut mazhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam. Hanya mereka berbeda pendapat tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang boleh digunakan dalam mengistinbathkan hukum, ada yang membatasinya dan ada pula yang tidak membatasinya, namun semua mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar.
Mengenai dasar hukum qiyas bagi yang membolehkannya sebagai dasar hujjah, ialah al-Quran dan al-Hadis dan perbuatan sahabat yaitu:
a.Dasar hukum qiyas dari  Al-Quran
1) Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya .( QS. An Nisaa : 59 )
Dari ayat di atas dapat dimengerti  bahwa Allah subhanahu wa ta’ala  memerintahkan kaum muslimin agar menetapkan segala sesuatu berdasarkan al-Quran dan al-Hadis. Jika tidak ada dalam al-Quran dan al-Hadis hendaklah mengikuti pendapat Ulil Amri. Jika tidak ada pendapat Ulil Amri boleh menetapkan hukum dengan mengembalikannya kepada al-Quran dan al-Hadis, yaitu dengan menghubungkan atau memperbandingkannya dengan yang terdapat dalam al-Quran dan al-Hadis. Dalam hal ini banyak cara yang dapat dilakukan diantaranya dengan melakukan qiyas.
 Allah subhanahu wa taala berfirman :
هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِن دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنتُمْ أَن يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُم مَّانِعَتُهُمْ حُصُونُهُم مِّنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُم بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama [1464]. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mu'min. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.( QS.Al Hasyr : 59 ( Keterangan :
[1464] Yang dimaksud dengan ahli kitab ialah orang-orang Yahudi bani Nadhir, merekalah yang mula-mula dikumpulkan untuk diusir keluar dari Madinah.'
Pada ayat di atas terdapat perkataan fa’tabirû yâ ulil abshâr (maka ambillah tamsil dan ibarat dari kejadian itu hai orang-orang yang mempunyai pandangan tajam). Maksudnya ialah: Allah subhanahu wa ta ‘ala memerintahkan kepada manusia agar membandingkan kejadian yang terjadi pada diri sendiri kepada kejadian yang terjadi pada orang-orang kafir itu. Jika orang-orang beriman melakukan perbuatan seperti perbuatan orang-orang kafir itu, niscaya mereka akan memperoleh azab yang serupa. Dari penjelmaan ayat di atas dapat dipahamkan bahwa orang boleh menetapkan suatu hukum syara’ dengan cara melakukan perbandingan, persamaan atau qiyas.
Dari ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk ‘mengambil pelajaran’, kata I’tibar di sini berarti melewati, melampaui, memindahkan sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu melampaui suatu hukum dari pokok kepada cabang maka menjadi (hukum) yang diperintahkan. Hal yang diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi ‘i’tibar dan qiyas’ memiliki pengertian melewati dan melampaui.
b.Dasar hukum qiyas dari as-Sunnah
Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu macam ijtihad.Sesuai dengan hadits :
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ، قَالَ لَهُ:”كَيْفَ تَقْضِي إِنْ عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟”، قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ:”فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟”قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:”فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟”قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلا آلُو، قَالَ: فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ:”الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”
“Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata: “Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan berijtihad dan tidak berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya (Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw”.[7]
Bila para ulama  telah melakukan ijma`dan qiyas  tentang hukum syara dari suatu peristiwa atau kejadian, maka ijma` dan qiyas itu hendaklah diikuti, karena mereka tidak mungkin melakukan kesepakatan untuk melakukan kesalahapalagi kemaksiatan dan dusta, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

سنن الترمذي ٢٠٩٣: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ نَافِعٍ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنِي الْمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ الْمَدَنِيُّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي أَوْ قَالَ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَسُلَيْمَانُ الْمَدَنِيُّ هُوَ عِنْدِي سُلَيْمَانُ بْنُ سُفْيَانَ وَقَدْ رَوَى عَنْهُ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ وَأَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالَ أَبُو عِيسَى وَتَفْسِيرُ الْجَمَاعَةِ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ هُمْ أَهْلُ الْفِقْهِ وَالْعِلْمِ وَالْحَدِيثِ قَالَ و سَمِعْت الْجَارُودَ بْنَ مُعَاذٍ يَقُولُ سَمِعْتُ عَلِيَّ بْنَ الْحَسَنِ يَقُولُ سَأَلْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ مَنْ الْجَمَاعَةُ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ قِيلَ لَهُ قَدْ مَاتَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ قَالَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ قِيلَ لَهُ قَدْ مَاتَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ وَأَبُو حَمْزَةَ السُّكَّرِيُّ جَمَاعَةٌ قَالَ أَبُو عِيسَى وَأَبُو حَمْزَةَ هُوَ مُحَمَّدُ بْنُ مَيْمُونٍ وَكَانَ شَيْخًا صَالِحًا وَإِنَّمَا قَالَ هَذَا فِي حَيَا:
 dari Ibnu 'Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan ummatku, atau beliau bersabda (keraguan dari perawi) ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berada di atas kesesatan, dan tangan Allah bersama Al Jama'ah, dan barangsiapa yang hidup menyendiri maka dia akan menyendiri pula masuk neraka." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata ‘qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan waji b diamalkan.

Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang ‘kalâlah’ kemudian ia berkata: “Saya katakan (pengertian) ‘kalâlah’ dengan pendapat saya, jika (pendapat saya) benar maka dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud dengan ‘kalâlah’ adalah tidak memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian (dianalogikan) tidak memiliki bapak dan anak
Kesimpulan/Penutup
Allah  subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QS.Adz Dzaariya: 56 )
Untuk merealisasikan perintah Allah tersebut diatas maka seorang muslim wajib melakukan keta’atan dan tunduk kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan melakukan segala perintah dan meninggalkan segala bentuk larangan agar diperoleh kesemalatan dunia dan akhirat. Dalam melakukan kewajiban tersebut maka tentunya diperlukan landasan hukum dan pedoman/pegangan agar apa yang dilakukan sesuai dengan apa yang dimaksudkan/dikehendaki oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Mengingat al-Qur’an banyak sekali mengandung ayat-ayat hukum serta aturan-aturan bagi manusia maka tidak diragukan lagi bahwa sebenarnya al-Qur’an tersebut tiada lain adalah landasan hukum serta pedoman/pegangan bagi seluruh umat dalam menyelenggarakan kehidupannya didunia.
Begitu pula as-Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagai penjelas secara rinci tentang al-Qur’an serta sebagai gambaran dari seluruh perbuatan dan ucapan Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam maka tidaklah dapat diragukan lagi bahwa as-Sunnah tiada lain adalah landasan hukum dan pedoman bagi umat islam sebagaimana juga al-Qur’an.
Begitu pula ‘ijma dan qiyas yang mempunyai hujjah dari al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam, tiada lain termasuk pula landasan hukum dan pedoman dalam beragama, karena “ijma dan qiyas sejalan dengan hukum yang ada diatasnya.
Dari apa yang diuraikan diatas maka wajib bagi seorang muslim berpegang kepada al-Qur’an, as-Sunnah, ‘Ijma dan qiyas sebagai landasan hukum dan pedoman dalam menggapai kebahagian dunia dan akhirat ( Wallahu ta’ala ‘alam )
Sumber :
1. Qur’an dan Terjemahnya  , Departemen Agama RI
2. Ensiklopedi Kitab Hadits 9 Imam, Lidwa Pusaka ( Program software )
3.Ensiklopedi Larangan Menurut al-Qur’an dan As-Sunnah,Syaikh Salim Bin ‘Ied al-Hilali
4.Ensiklopedi ‘Ijma Ulama Persepakatan Ulama Dalam Hukum Islam,Terjemahan oleh KH. A Sahal Machfudz dan H.A Mustofa Basri
5.Al-Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam, Andi Mardian, Lc., MA
6.Definisi Sunnah ,Ummul Hasan Athirah Artikel muslimah.or.id
7.As-Sunnah Sebagi Salah Satu Sumber Syari’at Islam, artikel dalam Blog Markaz As-Sunnah
8.Ijma’ Dan Qiyas Sumber Hukum Islam, Ustadz.Fahmi Rusydi,Lc
Selesai disusun, ba’da dhuha  Ahad 17 Ramadhan 1433 H/.5 Agustus 2012.
( Musni Japrie )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar