Kamis, 22 September 2011

"JALAN MENUJU SURGA ITU TIDAK MUDAH "



By : musni Japrie

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ -
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS.Al‘Ankabut :2-3)

Surga adalah dambaan bagi setiap bani Adam untuk ditempatinya kelak di akhirat sebagai tempat tinggal yang abadi, namun tentunya tidaklah mudah untuk memperolehnya kecuali dengan perjuangan yang keras dan ulet. Karena jalan menuju surga itu banyak melalui ujian –ujian yang pahit . Orang-orang yang mengaku beriman dalam perjalanan hidupnya mencari bekal untuk akhirat akan merasakan ujian sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu Ta’ala tersebut diatas.

Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak dalam tulisan beliau : Menelan Pahitnya Ujian Dalam Beraqidah demi kehidupan Hakiki”menyebutkan : adanya ujian bagi hamba-hamba yang beriman sudah merupakan ketetapan sunatullah yang harus dijalahi karenasunnatullah yang telah memastikan adanya ujian dan cobaan bagi orang yang melaksanakan syariat dan mengikuti kebenaran. Dengan ujianlah akan nampak orang yang benar-benar jujur dan orang yang berdusta. “Allah Subhanahu Ta’ala telah memberitakan tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Dan hikmah Allah tidak menentukan bahwa setiap orang yang mengatakan dan mengaku dirinya beriman, akan selalu berada dalam satu kondisi, selamat dari ujian dan cobaan dan tidak datang menghampirinya segala perkara yang akan mengganggu iman dan segala cabangnya. Jika hal itu terjadi artinya orang-orang yang mengaku beriman tidak diuji, tentu tidak bisa dipisahkan antara orang yang jujur dan orang yang berdusta, serta antara orang yang benar dan orang yang salah. Sungguh sunnatullah telah berjalan dalam kehidupan orang-orang terdahulu dari umat ini. Allah l menguji mereka dengan kesenangan, malapetaka, kesulitan, kemudahan, segala yang disenangi dan tidak disenangi, kaya dan fakir, kemenangan musuh dalam sebagian kondisi, memerangi mereka dengan ucapan dan perbuatan, serta berbagai ujian lainnya. Segala bentuk ujian ini kembali kepada: ujian syubuhat yang akan mengempas aqidah, dan syahwat yang akan menodai keinginan. Barangsiapa yang ketika datang fitnah syahwat, imannya tetap kokoh dan tidak goncang, maka kebenaran yang ada pada dirinya menghalau fitnah tersebut. Ketika datang fitnah syahwat dan segala seruan kepada perbuatan maksiat dan dosa, dorongan untuk berpaling dari perintah Allah l dan Rasul-Nya, dia berusaha mengaplikasikan konsekuensi iman dan bertarung melawan syahwatnya. Ini menunjukkan kejujuran dan kebenaran imannya.
Namun barangsiapa yang ketika fitnah syubhat datang memengaruhi hatinya dengan memunculkan keraguan dan kerancuan, dan ketika fitnah syahwat menghampirinya lalu dia terseret pada perbuatan maksiat atau mendorongnya untuk meninggalkan kewajiban, ini menunjukkan tidak jujur dan tidak benarnya iman yang ada pada dirinya." (As-Sa’di dalam Tafsir-nya hal. 576)
Allah Ta’ala berfirman:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.“ (Al-Baqarah: 214)

Tidak ada seorangpun yang pernah membayangkan jika ternyata surga beriringan dengan ujian dan rintangan besar, banyak lagi berat. Tempat kenikmatan yang hakiki dan abadi diliputi dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hal ini menegaskan:
حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
“Neraka diliputi oleh berbagai macam syahwat dan surga diliputi oleh berbagai macam perkara yang tidak disukai.” (HR. Al-Bukhari no. 6006 dan Muslim no. 2823 dari sahabat Abu Hurairah)

Demikianlah. Surga didapatkan dengan berbagai macam ujian dan cobaan, rintangan, dan gangguan. Asy-Syaikh As-Sa'di t mengatakan: “Allah Ta’ala memberitakan bahwa Dia pasti akan menguji hamba-hamba-Nya dengan kesenangan, malapetaka, dan kesulitan sebagaimana telah Dia lakukan atas orang-orang sebelum mereka. Ujian ini merupakan sunnatullah yang terus berlangsung, tidak akan berubah dan berganti. Barangsiapa yang melaksanakan ajaran agama dan syariat-Nya, pasti Dia akan mengujinya. Jika dia bersabar atas perintah Allah Ta’ala dan tidak peduli dengan segala rintangan yang terjadi di jalan-Nya, maka dialah orang jujur yang telah memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Dan itulah jalan menuju sebuah kepemimpinan. Namun barangsiapa menjadikan ujian dari manusia bagaikan siksa Allah, seperti dia terhalangi untuk melaksanakan ketaatan karena gangguan tersebut, menghalanginya dari meraih tujuannya, maka dia berdusta dalam pengakuan keimanan. Karena iman bukan sekadar hiasan, angan-angan, dan pengakuan. Amallah yang akan membenarkan atau mendustakannya.”
Semua ini menuntut agar kita memiliki kesiapan untuk menerima berbagai macam ujian dengan bermacam-macam bentuk dan kadarnya. Terkadang sebuah perkara sangat tidak disukai oleh diri kita, ternyata mengandung kebaikan yang banyak. Seperti apa yang telah disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya:
Jalan menuju surga yang diidamkan hanya dapat diperoleh melalui ketaatan kepada Allah merupakan kewajiban setiap hamba Allah yang mengaku beriman kepada-Nya. Taat kepada Allah berarti mengikuti dan melakukan segala apa yang diperintahkan-Nya baik berdasarkan ketetapan yang digariskan dalam al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah shallalahu’alaihi wa salam. Sedangkan bentuk ketaatan yang dituntut untuk dilakukan oleh hamba-hamba Allah ada yang bersifat wajib dan ada pula yang bersifat sunah, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan amal ibadah dimana ia juga merupakan sebuah ujian bagi orang-oarng yang beriman

Sebagaimana diketahui bahwa dalam melakukan ketaatan kepada Allah yang tentunya dalam hal ini termasuk ketaatan kepada Rasul-Nya berlawanan dengan kepentingan hawa nafsu yang banyak ditunggangi oleh syaitan dengan godaannya. Disamping itu ketaatan melaksanakan syari’at membutuhkan pengorbanan terutama bagi orang-orang yang belum begitu mantab keimanannya serta masih kuatnya godaan duniawi.Kesabaran di dalam melakukan ketaatan merupakan upaya keras yang harus dilakukan seseorang agar bentuk ketaatannya tersebut dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkannya.Tanpa upaya keras dengan kesabaran yang tinggi maka godaan hawa nafsu akan mengalahkan kehendak melakukan ketaatan.

Dunia dengan segala gemerlapnya yang daya tariknya sangatlah menggoda seseorang untuk menekuninya menginat di dalam gemerlap dan daya tariknya tersebut dunia mampu memberikan berbagai bentuk kenikmatan sehingga terpuaskanlah kehendak nafsu yang mempunyai tabiat untuk selalu minta dipuaskan. Godaan dunia tersebut akan mengajak kepada manusia melupakan dan melalaikan ketaatannya kepada Allah Subhanahu Ta’ala, sehingga godaan dunia merupakan penghalang bagi hamba-hamba Allah untuk mendekat diri kepada-Nya.

Melakukan berbagai ketaatan kepada Allah kadang kala harus mengorbankan kepentingan dunia yang dikuasai oleh nafsu, dimana nafsu menginginkan akan dunia seisinya ini dapat dikuasi sehingga terpenuhilah berbagai hasrat, sedangkan dipihak lain dalam ketaatan itu terikat dengan ketentuan syari’at, sehingga kedua kepentingan antara kebutuhan akan ketaatan dan kebutuhan cinta dunia saling bertolak belakang, dan ujung-ujungnya terjadilah saling tarik menarik antara dua kepentingan tersebut. Dan disinilah pentingnya peran kesabaran agar daya tarik kepentingan cinta dunia yang melalaikan dapat dikalahkan oleh kepentingan untuk melakukan ketaatan dan ini meruapakan batu ujian bagi oarng-orang beriman.

Hampir pada setiap bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tingkat keimanan yang memadai, karena seperti untuk bersedeqah baik sedeqah wajib berupa zakat dan sedeqah sunah seperti infak dan wakaf dengan mengeluarkan harta dipandang dari sudut kepentingan duniawi dan kepentingan hawa nafsu dianggap akan dapat mengurangi harta dan tidak memberikan keuntungan materi bagi sipemberi. Sehingga untuk dapat dikeluarkannya sedeqah tersebut memerlukan adanya kesabaran melawan godaan kepentingan duniawi yang bersikukuh untuk membatalkan rencana sedeqah yang akan dikeluarkan. Mengeluarkan harta untuk bersedeqah merupakan pengorbanan tersendiri yang membutuhkan adanya kesabaran sehingga tidak merasa tertekan akan kehilangan harta untuk bersedeqah.

Begitu pula dalam dalam melakukan ketaatan melakukan perintah wajib seperti berpuasa ( wajib dan sunat) seseorang harus berlapar dan menahan haus disiang hari sehingga fisik menjadi lemah dan lesu, untuk itu perlu adanya kesabaran dan menahan diri dari pemenuhan kebutuhan fisik. Bahkan dalam berpuasa seseorang harus menahan nafsu syahwatnya disiang hari meskipun hasratnya menyala-nyala, sehingga yang bersangkutan harus pula mengorbankan kepentingan kepuasan syahwatnya untuk terwujudnya ketaatan.Semuanya sulit untuk dijalankan oleh sebagian orang dan ini tidak lepa sebagai salah satu ujian untuk menggapai surga.

Kepahitan sebagai ujian dalam menjalani ketaatan juga dirasakankan dalam melaksanakan ibadah sholat baik sholat fardhu maupun sholat sunah. Karena untuk sholat fardhu 5 kali dalam sehari semalam ditambah dengan sholat sunah rawatibnya harus mengorbankan waktu selama beberapa saat, dimana waktu yang dikorbankan tersebut bagi seseorang sangatlah berharga karena harus meninggalkan aktifitasnya. Apalagi untuk sholat subuh seseorang harus rela berkorban bangun meninggalkan kenikmatan tempat tidur . Bahkan pengorbanan yang lebih besar lagi harus dikeluarkan oleh mereka yang bangun pada sepertiga akhir malam untuk sholat tahajud. Dimana pada jam-jam tersebut merupakan waktu yang paling asyik menikmati tidur.Sehingga untuk terwujudnya ketaatan dengan melakukan sholat tahajud seseorang rela harus menahan kantuk dan bersabar melawan godaan hawa nafsu yang mengajak untuk menikmati tidur panjang. Dan tentu ini dirasakan sebagai sebuah kesulitan dan pahit dirasakan bagi sebagian orang.

Yang lebih berat lagi sebagai ujian dirasakan oleh orang-orang yang melaksanakan ibadah haji, selain harus mengeluarkan harta untuk ongkos berangkat, meninggalkan keluarga dan bersusah payah dalam melakukan ibadah manasik haji yang memerlukan tenaga ekstra sangat membutuhkan pengorbanan yang luar biasa. Yang untuk itu orang-orang yang berangkat haji sekuat tenaga untuk menahan diri dari berbagai godaan. Semuanya itu memerlukan kesabaran yang besar.

Ketaatan lain yang dirasakan agak sulit dilakukan oleh sebagian prang adalah dalam hal kewajiban menuntut ilmu agama, apalagi bagi orang-orang dewasa yang harus mengorbankan banyak hal termasuk waktu dan tenaga serta ketekunan seperti dalam menghadiri majelis ta’lim. Apabila seseorang tidak bersabar dan tidak sanggup atas godaan hawa nafsu yang tentunya syaitan bertengger diatasnya, maka tidak mungkin orang tersebut dapat bertahan lama dalam menuntut ilmu tersebut.

Sesungguhnya banyak sekali ujian dan kesulitan-kesulitan yang ditemui oleh hamba-hamba Allah dalam mendekatkan dirinya kepada Sang Penciptanya, namun ujian dan kesulitan tersebut bukanlah sesuatu masalah dan hambatan bagi mereka-mereka yang menyadarinya dan rela menghadapinya demi mendapatkan balasan yang setimpal, tapi akan menjadi hal yang sebaliknya bagi mereka yang masih belum mantap ketaatannya kepada Allah, ujian dan kesulitan yang ditemuinya malah menjadikannya malas, mundur dan urung menjalankan perintah-perintah agama. Malah mereka memilih untuk melakukan perbuatan yang melanggar rambu-rambu larangan, karena disana akan dapat terpuaskan kepentingan hawa nafsu dan syahwat.

Jalan menuju surga yang banyak ujian dan kesulitan serta kepahitan di dalamnya hanyalah dapat dilalui oleh orang-orang yang tahan menghadapi ujian dan tahan pula merasakan kesulitan serta menelan rasa pahit sebagai bayaran dan kunci membuka surga. Orang-orang yang enggan menghadapi ujian dan tidak mau b ersusah payah dalam kesulitan dan rasa pahitnya dalam melakukan ketaatan jangan berharap akan masuk surga yang dijanjikan, yang cocok bagi mereka sesuai janji Allah Ta’ala tentunya adalah neraka yang paling tepat.
Allah Ta’ala berfirman :

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ وَقَالُواْ الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَـذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللّهُ لَقَدْ جَاءتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُواْ أَن تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran." Dan diserukan kepada mereka: "ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan." ( QS. Al-A’raf : 43 )

Firman Allah:
وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (Az-Zukhruf: 72)
Firman Allah :
إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 111)

Demikianlah. Surga didapatkan dengan berbagai macam ujian dan cobaan, rintangan, dan gangguan. Asy-Syaikh As-Sa'di t mengatakan: “Allah memberitakan bahwa Dia pasti akan menguji hamba-hamba-Nya dengan kesenangan, malapetaka, dan kesulitan sebagaimana telah Dia lakukan atas orang-orang sebelum mereka. Ujian ini merupakan sunnatullah yang terus berlangsung, tidak akan berubah dan berganti. Barangsiapa yang melaksanakan ajaran agama dan syariat-Nya, pasti Dia akan mengujinya. Jika dia bersabar atas perintah Allah dan tidak peduli dengan segala rintangan yang terjadi di jalan-Nya, maka dialah orang jujur yang telah memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Dan itulah jalan menuju sebuah kepemimpinan. Namun barangsiapa menjadikan ujian dari manusia bagaikan siksa Allah, seperti dia terhalangi untuk melaksanakan ketaatan karena gangguan tersebut, menghalanginya dari meraih tujuannya, maka dia berdusta dalam pengakuan keimanan. Karena iman bukan sekadar hiasan, angan-angan, dan pengakuan. Amallah yang akan membenarkan atau mendustakannya
( Wallaahu Ta’ala ‘alam )

Bahan bacaan : Berbagai sumber
23 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar