Mengajak kepada sesasama hamba Allah untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kemunkaran
Rabu, 21 September 2011
BERSYUKUR TIDAK CUKUP HANYA DENGAN UCAPAN
By : Musni Japrie
Bersyukur adalah adalah menyampaikan pujian kepada Sang Pemberi Nikmat karena kebaikan yang Dia berikan kepada hambanya. Namun tidak semua orang yang melakukannya, karena lupa atau menganggap remeh atas pemberian nikmat yang mereka rasakan tersebut atau sudah dianggap hal yang lumrah saja. Tetapi bagi sementara
yang lainnya bersyukur adalah kewajiban bagi setiap hamba untuk menyampaikan rasa terima kasih atau balasan membalas atas kebaikan yang mereka rasakan.
Yang dilakukan banyak orang dalam menyampaikan rasa terimakasih kepada Sang Khalik pemberi nikmat ialah dengan cara mengucapkan pujian melalui lisan. Namun sebenarnya hakekat bersyukur tidak hanya dengan ucapan atau lisan, tetapi juga harus dilakukan oleh hati yang menunjukkan keikhlasan dan dengan sikap perbuatan yang menunjukkan rasa pengagungan dan penghormatan serta keta’atan kepada Sang Pemberi.
Cara bersyukur yang dilakukan oleh seorang hamba seharusnya berlandaskan kepada tiga pilar, yaitu mengakui nikmat yang diterima atau dirasakan dengan menggunakan bahasa hati/bathin, menceritakannya secara lahitr melalui lisan dan yang ketiganya adalah menggunakannua untuk taat kepada Allah yang memberikan kenikmatan tersebut.
Bersyukur pada prinsifnya berhubungan erat antara hati dengan lisan dan anggota badan . hati untuk mengetahui dan mencintai, lisan untuk menyanjungdan memuji dengan kata-kata pujian sedangkan anggota badan untuk menggunakannhya dalam ketaatan kepada Allah yang disyukuri dan mencegah penggunaannya dalam melakukan kedurhakaan dan kemaksiatan kepada-Nya.
Allah Subhanaahu wa Ta’ala telah menyebutkan kata syukur beriringan dengan kata iman .Dan Dia mengabarkan b ahwa Dia tidak akan menyiksa makhluk-Nya jika mereka mau bersyukur dan beriman.
Allah berfirman :
مَّا يَفْعَلُ اللّهُ بِعَذَابِكُمْ إِن شَكَرْ تُمْ وَآمَنتُمْ وَكَانَ اللّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri [370] lagi Maha Mengetahui.( QS . An-Nisa : 147)
Dengan firman tersebut Allah mengatakan jika kalian menunaikan tujuan penciptaan kalian –yaitu bersykur dan iman untuk apa Aku menyiksa kalian.
Dengan firman tersebut Allah mengabarkan bahwa orang-orang yang mau bersyukur adalah orang-orang yang diberi keistimewaan dengan karunia-Nya.
Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dan memberikan kenikmatan yang tidak terhitung. Manusia tidak akan mampu menghitungnya.
Allah berfirman;
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 16:18)
Demikian banyak nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada satupun manusia yang bisa menghitungnya, meski menggunakan alat secanggih apapun.?
Pemberian nikmat yang tak henti-hentinya setiap detik dan saat oleh Allah Yang Maha Pemberi kepada setiap makhluknya banyak yang tidak disadari oleh penerima nikmat sehingga mereka lupa bersyukur. Kebanyakan manusia baru mengucapkan syukur apabila nikmat yang diperoleh tersebut dianggap istimewa dari yang biasanya. Padahal manusia ini hidup dari nikmat Allah
Kebanyakan manusia dalam menyampaikan kesyukurannya kepada Allah Yang Maha Pemberi nikmat merasa cukup menggunakan lisannya dengan mengucapkan kalimat takhmid atau kalimat pujian :” Alhamdulillaah” saja.
Bentuk kesyukuran seorang hama kepada Allah atas nikmat yang tidak terbatas dan berlangsung tiada hentinya, tidak sekedar hanya dengan ucapan kalimat takhmid, karena kesyukuran dengan mengucapkan kalimat tahmid tidak cukup, mengingat seluruh nikmat yang diberikan tersebut adalah sebagai sarana untuk menuju kepada Allah.
1.Bersyukur dengan hati
Kunci kesyukuran atas segala nikmat yang Allah berikan kepada hambanya terletak pada hati, karena dihatilah terletak pengakuan b ahwa setiap nikmat berasal dari-Nya. Inilah yang harus diakui oleh setiap orang yang mendapatkan nikmat. Nikmat adalah segala apa yang dinginkan dan dicari-cari.Nikmat ini harus diakui berasaldfari Allah Ta’ala dan tidak berlaku angkuh dengn menyatakan nikmat itu berasal dari usahanya semata atau merasa ia memang pantas mendapatkannya.
Mereka yang dihatinya tersirat sebesar biji sawi kesombongan tidak mengakui bahwa nikmat yang mereka rasakan bukan berasal dari Sang Maha Pemberi Allah Ta’ala maka sebenarnya mereka termasuk kedalam kelompok kufur nikmat dan tidak mau bersyukur.
Orang-orang yang menyadari dan mengakui bahwa nikmat yang tidak pernah berhenti dan setiap saat mereka peroleh datangnya bersumber dari Allah Ta’ala maka ia termasuk yang bersyukur.
Allah berfirman :
وَ
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Se- sungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".( QS. Ibrahim, : 7
Mungkin diantara kita ada yang bertanya, apakah memang ada diantara orang
Orang yang dihatinya mengingkari bahwa nikmat apa saja datangnya dari Allah Subhhanahu
Ta’ala. Hal yang sedemikian secara jelas nampak dilakukan oleh banyak orang yang melakukan ritual pemberian sesajen dalam pesta laut, sedekah bumi dan lain upacara lain-nya sebagai pengungkapan rasa syukur kepada sipenguasa yang diyakini mereka memberikan rezeki dan perlindungan. Adanya pengakuan seperti tersebut merupakan kufur terhadap pemberi nikmat.
Orang-orang yang dihatinya tersirat pengakuan bahwa setiap nikmat datangnya sebagai pemberian dan Allah Ta’ala, maka mereka termasuk kedalam golongan orang-orang yang beriman, karena mengakui keberadaan Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberikan nikmat kepada setiap hambanya.
Dengan demikian maka bersyukur dengan hati akan setiap nikmat yang datangnya dari Allah dan dirasakan oleh setiap hambanya adalah sangat penting kedudukannya dalam keimanan seseorang.
2.Bersyukur dengan lisan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam buku beliau Tazkiyatun Nafs menyebutkan bahwa : Pujian tidak terjadi kecuali dengan adanya nikmat dan itu merupakan inti dari syukur dan awal bentuk kesyukuran.Dan mensyukuri nikmat Allah tidak hanya cukup memuji tetapi harus dibarengi dengan tindakan memuji-Nya dengan lisan yaitu berzikir.
Syaikh DR. Ahmad Farid dalam buku beliau Manajemen Qalbu Ulama Salaf menyebutkan bahwa Hasan berkata : “ Banyak-banyaklah menyebut nikmat Allah, karena menyebut-nyebut nikmat adalah syukur “
Allah Subhanaahu Ta’ala telah memerintahkan kepada Nabi-Nya agar menceritakan nikmat Tuhannya kepada orang lain. Allah berfirman :
-
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap ni'mat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.( QS. Adh Dhuhaa : 11 )
Allah Ta’ala suka melihat bekas nikmat-Nya pada diri hamba-Nya .Karena hal itu berarti syukur dengan lisanul hal (realita).
Bentuk kesyukuran dengan lisan yang sangat mudah dan lazim disebutkan adalah mengucapkan “ Alhamdulillah “. Dimana seharusnya ucapan tersebut seharusnya menjadi bagian dari lisan kita pada setiap kesempatan. Bibir hendaknya selalu basah dengan kalimat tersebut, karena nikmat Allah selalu datang silih berganti dan sambung menyambung, disetiap tarikan nafas disitu nikmat Alllah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Membicarakan nikmat Allah termasuk syukur, sedangkan meninggalkannya merupakan perbuatan kufur.” (HR. Ahmad, )
Para ulama salaf ketika mereka merasakan nikmat Allah berupa kesehatan dan lainnya, lalu mereka ditanyakan, “Bagaimanakah keadaanmu di pagi ini?” Mereka pun menjawab, “Alhamdulillah (segala puji hanyalah bagi Allah).”
Oleh karenanya, hendaklah seseorang memuji Allah dengan tahmid atas nikmat yang diberikan tersebut. Ia menyebut-nyebut nikmat ini karena memang terdapat masalahat dan bukan karena ingin berbangga diri atau sombong.
3.Bersyukur dengan amal perbuatan
Bersyukur dengan amal perbuatan merupakan puncak dari kesyukuran atas nikmat yang Alllah Subhanaahu Ta’ala yang limpahkan kepada hamba-Nya. Yaitu dengan melakukan seluruh ketaatan berupa pengamalan setiap yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang oleh syari’at.Pengamalan perbuatan yang bersifat kebaikan dan meninggalkan segala bentuk kemunkaran serrta kemaksiatan kepada Allah.
Allah Ta’ala menegaskan bahwa orang yang menyembah-Nya adalah orang-orang yang mau bersyukur dan orang yang tidak mau bersyukur adalah orang yang tidak mau menyembahnya. Allah b erfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُواْ لِلّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikankepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah ( QS.Al-Baqarah : 172 )
Di dalam shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan b ahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam melaksanakan shalat malam hingga telapak kakinya pecah-pecah. Dan ketika beliau ditanya: “Mengapa engkau lakukan ini sedangkan dosa-dosamu yangbtelah lalu dan yang akan datang sudah diampuni ?. Beliau menjawab:
“ Bukankah aku harus menjadi hamba yang pandai bersyukur
Pernahkah kita berpikir, untuk apa Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan demikian banyak nikmat kepada para hamba-Nya? Untuk sekedar menghabiskan nikmat-nikmat tersebut atau ada tujuan lain? Ketahuilah bahwa kenikmatan yang berlimpah ruah bukanlah tujuan diciptakannya manusia dan bukan pula sebagai wujud cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia untuk sebuah kemuliaan baginya dan menjadikan segala nikmat itu sebagai perantara untuk menyampaikan kepada kemuliaan tersebut. Tujuan itu adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja
Bagi orang yang berakal akan berusaha mencari rahasia di balik pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berlimpah ruah tersebut. Setelah dia menemukan jawabannya, yaitu untuk beribadah kepada-Nya saja, maka dia akan mengetahui pula bahwa dunia bukan sebagai tujuan.
Yang namanya syukur bukan hanya berhenti pada bersyukur dengan hati dan lisan, namun hendaklah ditambah dengan memanfaatkan kenikmatan tersebut dalam ketaaatan pada Allah dan menjauhi maksiat. Contohnya adalah jika Allah memberi nikmat dua mata. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk membaca dan mentadaburi Al-Quran, jangan sampai digunakan untuk mencari-cari aib orang lain dan disebar di tengah-tengah kaum muslimin. Begitu pula nikmat kedua telinga. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk mendengarkan lantunan ayat suci, jangan sampai digunakan untuk mendengar lantunan yang sia-sia. Begitu pula jika seseorang diberi kesehatan badan, maka hendaklah ia memanfaatkannya untuk menjaga shalat lima waktu, bukan malah meninggalkannya. Jadi, jika nikmat yang diperoleh malah dimanfaatkan untuk maksiat, maka ini bukan dinyatakan sebagai syukur. Intinya] menggunakan nikmat tersebut di jalan yang diridhai Allah (dengan anggota badan). Dengan demikian maka nikmat yang datangnya dari Allah Ta’ala hendaknya dimanfaatkan dalam amal ketaatan.
Sungguh betapa besar dan banyak nikmat yang telah dikaruniakan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Setiap hari silih berganti kita merasakan satu nikmat kemudian beralih kepada nikmat yang lain. Di mana kita terkadang tidak membayangkan sebelumnya akan terjadi dan mendapatkannya. Sangat besar dan banyak karena tidak bisa untuk dibatasi atau dihitung.
Semua ini tentunya mengundang kita untuk menyimpulkan betapa besar karunia dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Dalam realita kehidupan, kita menemukan keadaan yang memprihatinkan. Yaitu mayoritas manusia dalam keingkaran dan kekufuran kepada Pemberi Nikmat. Puncaknya adalah menyamakan pemberi nikmat dengan makhluk, yang keadaan makhluk itu sendiri sangat butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentu hal ini termasuk dari kedzaliman di atas kedzaliman sebagaimana dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firman-Nya:-
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرلَظُلعَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(QS.Luqman : 13 )
( Wallaahu ‘ala
Dipetik dari berbagai sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar