Selasa, 05 Maret 2013

MENYERUPAI, MENIRU-NIRU ATAU MENGIKUTI TRADISI ORANG-ORANG KAFIR SEBAGAI PERBUATAN YANG MENGADA-ADAKAN HAL YANG BARU DALAM AGAMA




Gambar : Ilustrasi

Allah subhanahu wa ta’ala telah menggariskan ketentuan-ketentuan hukum yang memuat berbagai perintah dan larangan-larangan bagi umat manusia yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan. Ketentuan hukum itu disebut juga sebagai syari’at, yang dituangkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah Rasul.
Sebagaimana ketentuan perundang-undangan dan peraturan dalam pemerintahan tidak mudah begitu saja ditambahi atau dikurangi oleh pihak-pihak yang merasa tidak berkecocokan dengannya, maka begitu pula halnya dengan ketentuan syari’at yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya tidaklah dapat dikurangi atau ditambah-tambahi dengan hal yang baru sesuai dengan selera dan pikiran manusia, meskipun apa-apa yang ditambahkan tersebut adalah hal-hal yang baik menurut pertimbangan perasaan dan akal manusia untuk lebih mendekat diri kepada Allah, atau untuk lebih memperbanyak lagi amalan-amalan sebagai bentuk keta’atan.
Syari’at islam berupa al-Qur’an dan as-Sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam merupakan ketetapan patent dan harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar dan merupakan sesuatu yang mutlak yang tidak dapat diutak-atik lagi oleh siapapun juga.
Namun diantara kebanyakan kaum Muslimin ada yang membandingkannya dengan syari’at agama lain ( orang-orang kafir) , dimana mereka merasa bahwa apa yang telah ditetapkan oleh syari’at yang berkaitan dengan kehidupan beragama tersebut masih kurang sehingga  mereka mengadakan sesuatu yang  menyerupai atau meniru-niru tradisi yang dilakukan oleh orang-orang kafir tersebut. Mereka beranggapan bahwa apa-apa yang menjadi tradisi orang-orang kafir tersebut merupakan tradisi yang baik sehingga patut untuk diserupai atau ditiru atau diikuti, karena tradisi tersebut tidak ada dalam Islam. Sehingga kemudian jadilah tradisi yang diadopsi dari orang-orang kafir tersebut sebagai hal-hal yang baru dalam Islam yang kemudian dijadikan sebagai sebuah tradisi bagi kebanyakan orang-orang Muslim yang awam.
Menyerupai, meniru-niru atau mengikuti ( tasyabbuh ) terhadap orang –orang kafir sebagaimana yang banyak dilakukankan oleh sebagian kaum Muslimin sesungguhnya tidak lain adalah sebagai perbuatan yang termasuk dalam katagori mengada-adakan hal-hal yang baru dalam Islam yang dikenal dengan  sebutan yang lebih populer yaitu bid’ah.

Tradisi Orang-Orang Kafir Yang Banyak Diserupai Atau Ditiru-Tiru Oleh Orang-Orang Muslim

Kaum muslimin dinegeri ini dalam menjalani kehidupan sehari-harinya telah terbelenggu dengan gaya yang sama dengan cara gaya hidupnya orang-orang kafir, sehingga secara kasat mata bila dilihat dari penampilan sehari-harinya sudah sulit membedakan apakah seseorang itu muslim atau orang kafir.
Budaya, adat istiadat, perbuatan, sikap dan tingkah laku serta kebiasaan mereka-mereka non muslim sepertinya sudah menjadi budaya, adat istiadat, perbuatan, sikap, perilaku dan kebiasaan sebagian besar orang-orang muslim. Banyak contoh baik dilihat dari gaya penampilan individu, keluarga maupun dalam kelompok yang lebih luas lagi yaitu masyarakat.
Berbagai ragam perbuatan yang ditiru atau diserupai oleh kaum muslimin dari kaum diluar Islam antara lain :
1.Peringatan hari ulang tahun, Islam tidak pernah mensyari’atkan bagi umatnya agar menyelenggarakan peringatan hari ulang tahun kelahiran sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyak orang dewasa ini.Peringatan ulang tahun kelahiran tersebut adalah tradisinya orang-orang kafir.

2. Peringatan hari jadi perkawinan 25 tahun (perak) dan 50 tahun (emas) bukanlah tradisi yang disyari’atkan dalam islam, tidak ada dicontohkan dalam islam, dan semua itu hanya meniru-niru atau mengikuti kebiasaan yang dilihat oleh mereka dari kalangan masyarakat non muslim.

3. Peringatan dan  penyambutan tahun baru.Banyak orang-orang muslim yang ikut serta memperingati dan menyambut dengan pesta malam tahun baru masehi tgl 1 Januari, padalah tahun baru tersebut adalah tahun barunya bagi umat Nasrani, meskipun tahun tersebut dijadikan sebagai tahun internasional. Islam bahkan melarang umatnya untuk merayakan hari-hari besarnya orang-orang kafir.

4.Peringatan dan Penyambutan tahun baru Islam 1 Muharram. Islam samasekali tidak pernah mensyari’atkan adanya peringatan dan penyambutan tahun baru 1Muharram. Penyelenggaraan peringatan dan penyambutan tahun baru Islam tersebut tidak lain untuk menyamai orang-orang Nasrani dalam menyambut tahun baru masehi .

5.Peringatan Maulid/kelahiran Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallamyang diselenggarakan oleh sebagian kalangan kaum muslimin merupakan perbuatan yang tidak ada tuntunannya dalam Islam, namun penyelenggaraan tersebut pada awalnya adalah tidak lain untuk menyerupai atau menyamai kaum Nasrani yang menyelenggarakan peringatan hari kelahiran Nabi Isa alaihissallam yang diselenggarakan tanggal 25 Desember yang dikenal sebagai hari natal.

6.Peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam pada bulan Rajab yang dilakukan oleh sebagian kalangan kaum muslimin itu sesungguhnya adalah meniru-niru atau menyerupai kaum Nasrani yang menyelenggarakan peringatan kenaikan Isa Al Masih yang dikenal dengan hari Paskah. Peringatan Isra Mi’raj yang dilakukan oleh kaum muslimin sesungguhnya bukanlah bagian dari syari’at Islam.

7. Memperingati hari kematian 3 hari, 7 hari, 25 hari, 40 hari, 100 hari dan 1.000 hari sebagai tradisi yang selalu dilakukan oleh sebagian kalangan kaum muslimin, padahal  Islam tidak mensyari’atkan untuk itu. Peringatan hari kematian tersebut diatas ditiru dan diambil dari tradisi kaum Hindu.

8.Memandikan jenazah dengan air kembang, menghiasi tanduan/keranda jenazah dengan kembang dan menabur bunga diatas kuburan bukanlah bagian dari syari’at islam, melainkan ditiru serta menyerupai kaum hindu. Begitu juga menyampaikan ucapan duka dengan mengirim karangan bunga sebagai tradisi orang-orang Nasrani telah pula dilakukan oleh sebagian kaum muslimin agar menyerupai pihak Nasrani.

9. Diseputar masjid atau langgar tempat ibadahnya kaum muslim, dewasa ini marak dikembangkan kebiasaan baru berupa tembang-tembang berbagai shalawat, kasidahan, nasyid dengan diramaikan dengan gendang-gendang, dan juga diperdengarkan pula rekaman-rekaman lagu-lagu yang disebut bernuansa islam, apakah itu tidak ada bedanya dengan kegiatan ibadah kalangan nashara yang bernyanyi-nyanyi digereja mereka. Sehingga nampak sekali upaya untuk menyerupai perlilaku kalangan Nasrani

10.Membangun dan membagus baguskan serta membangun kubah pada kuburan-kuburan yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin tidak ubahnya sebagaimana apa yang dilakukan oleh kaum Nasrani dan Yahudi.Sehingga dengan demikian kaum muslimin meniru apa yang dilakukan oleh kaum kafir. Sesungguhnya Islam telah melarang umatnya untuk membangun, membina dan membagus-baguskan kuburan.

11.Beribadah disisi kuburan pada saat melakukan ziarah dengan membaca ayat-ayat suci al-Qur’an dan  berdoa sebagaimana yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin sebenarnya adalah meniru perbuatan kaum Yahudi. Sedangkan Islam sendiri melarang umatnya untuk melakukan ibadah di kuburan.

12. Di dalam peribadatan yang terkait dengan masalah syirik, banyak diantara orang-orang islam yang mengikuti kepercayaan mereka dari orang-orang kafir, sehingga sudah lumrah dilakukannya upacara adat pesta laut dengan melarung sesajen dan pesta bumi serta persembahan-persembahan kepada gunung, pohon-pohon besar, batu-batuan , dan juga persembahan kepada dewa-dewa berupa pemberian sesajen yang dinamakan ancak yang ditiru dari penganut agama nenek moyang berupa kepercayaan aninisme.

13.Melakukan tradisi ritual tolak bala cara yang bertentangan dengan syari’at Islam, dilakukan oleh sebagian kaum muslimin tiada lain meniru-niru atau menyerupai tradisi masyarakat jahiliyah yang animisme.

14. Banyak diantara kalangan kaum Muslimin dalam penampilan dan cara berpakaian yang meniru-niru atau menyerupai orang-orang dari kalangan kafir dengan menunjukkan auratnya terutama di kalangan kaum wanita , sedangkan aurat dalam Islam diperintahkan untuk ditutupi tidak boleh terbuka dan diperlihatkan .

15. Dalam segi pergaulan, banyak diantara kaum muslimin yang sengaja meniru-niru dan menyerupai kalangan non muslim. Dewasa kini sudah sangat sulit untuk membedakan orang-orang yang beragama Islam dengan orang-orang di luar Islam.

16.Perayaan dan penyambutan hari valentine (hari kasih sayang) merupakan tradisi kalangan kaum Nasara, namun sekarang ini banyak kalangan remaja muslim juga ikut menyelenggaraan perayaan hari valentine tersebut.

Menyerupai , Meniru-niru atau Mengikuti Tradisi Orang-Orang Kafir Perbuatan Bid’ah
Seluruh kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian orang-orang Muslim yang mereka contoh atau menyerupai kebiasaan orang-orang kafir sebagaimana yang digambarkan diatas termasuk hal-hal yang berkaitan dengan agama dan bukan yang berkaitan dengan hal keduniaan semata.
Berbagai kebiasaan yang diserupai tersebut sesungguhnya adalah hal-hal yang bersifat baru, yang mana pada zamannya Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam hal sedemikian tidak pernah dilakukan dan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sendiri tidak pernah mengajarkan atau mencontohkan atau memerintahkannya kepada para sahabat untuk melakukannya. Begitu pula di zamannya sahabat radhyallahu’anhu tidak pernah pula melakukan hal yang semacam itu. Selanjutnya di zaman para tabi’in dan tabi’ut tabi’in rahimahullah ta’ala juga tidak pernah melakukan satupun perbuatan yang menyerupai orang-orang kafir, karena mereka-mereka menyadari bahwa hal tersebut merupakan perbuatan yang terlarang dan haram untuk dilakukan.
Tidak ada satupun hadits yang menggambarkan bahwa pada zaman Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam maupun pada zamannya para sahabat ada perbuatan yang dilakukan dengan menyerupai perbuatan atau tradisinya orang-orang kafir ( dari kalangan Nasrani,  yahudi dan kaum musyrik lainnya ).
Perbuatan-perbuatan seperti peringatan ulang tahun kelahiran,  menyambut dan merayakan tahun baru, memperingati hari kelahiran ( maulid) Nabi, memperingati Isra Mi’raj, memperingati hari kematian, beribadah di kuburan, memberikan sesajen dan tumbal kepada jin serta berbagai perbuatan yang lainnya seluruhnya merupakan perbuatan yang baru di kalangan kaum Muslimin yang dilakukan oleh orang-orang generasi belakangan .
Perbuatan menyerupai orang-orang kafir sebagaimana yang banyak dilakukan oleh orang-orang Muslim dari kalangan awam dan jahil akan agamanya sesungguhnya juga telah melanggar larangan-larangan, misalnya seperti beribadah dikuburan yang oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dilarang sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah ta’ala bahwa 5 hari menjelang wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam beliau bersabda :

عَنْ جُنْدَبٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

Dari Jundab, dia berkata: Lima hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, aku mendengar beliau bersabda: “Aku berlepas diri kepada Allah bahwa aku memiliki kekasih di antara kamu. Karena sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasihNya sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim menjadi kekasihNya (QS. 4:125-pen). Jika aku menjadikan kekasih di antara umatku, pastilah aku telah menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dahulu telah menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid-masjid! Ingatlah, maka janganlah kamu menjadikan kubur-kubur sebagai masjid-masjid, sesungguhnya aku melarang kamu dari hal itu!” (HSR. Muslim no:532)

Larangan Melakukan Amalan-Amalan Yang Bersifat Bid’ah (Hal Yang Baru Dalam Agama)
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah bahwa  bid’ah menurut syari’at ialah beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala tanpa tuntunan  syari’at Allah ta’ala atau tidak ada contoh dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dan tidak ada contoh dari para sahabat radhyiallahu’anhu. Dalil pertama adalah surat asy-Syuura ayat 21 :

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.(QS.Asy Syuura :21 )
Sedangkan yang dalil yang kedua ialah sabda Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi

سنن الترمذي ٢٦٠٠: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ بَحِيرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ
وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَى ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ هَذَا حَدَّثَنَا بِذَلِكَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ وَالْعِرْبَاضُ بْنُ سَارِيَةَ يُكْنَى أَبَا نَجِيحٍ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ حُجْرِ بْنِ حُجْرٍ عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
Sunan Tirmidzi 2600: dari Abdurrahman bin Amru as Sulami dari al 'Irbadh bin Sariyah dia berkata; suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi wejangan kepada kami setelah shalat subuh wejangan yang sangat menyentuh sehingga membuat air mata mengalir dan hati menjadi gemetar. Maka seorang sahabat berkata; 'seakan-akan ini merupakan wejangan perpisahan, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami ya Rasulullah? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk (selalu) bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta'at meskipun terhadap seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu merupakan kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu hendaknya dia berpegang teguh dengan para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham."
Maka orang yang beribadah kepada Allah tanpa ada tuntunan dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya, dia telah mubtadi’ ( orang akhli bid’ah), baik berkenaan dengan nama Allah ta’ala dan sifat-Nya,hukum-hukum-Nya dan syari’at-Nya.Adapun urusan dunia yangmenjadi kebiasaan manusia, maka tidak dinamakan bid’ah menurut agama. Sekalipun dinamakan bid’ah atau perkara baru menurut bahasa, tgetapi tidaklah dilarang oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam. Tidak ada istilah bid’ah hasanah selamanya, sedangkan sunnah hasanah adalah yang sesuai dengan syari’at islam ( Majmu Fatawa wa Rasa’il Ibnu Utsaimin 2/225, dikutip dari majalah a-Furqon edisi 7 th ke 12 )
Bid’ah adalah hal yang baru dalam agama setelah agama itu sempurna . Atau sesuatu yang dibuat-buat setelah wafatnya Nabi shallalahu’alahi wa sallam berupa keinginan nafsu dan amal perbuatan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengungkapkan bahwa : “ Bid’ah dalam islam, adalah : segala yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya,yakni yang tidak diperintahkan baik dalam wujud perintah wajib atau berbentuk anjuran “
Sedangkan Imam Asy-Syathibi rahimahullah menyebutkan bahwa :” Bid’ah itu adalah satu cara dalam agama ini yang dibuat-buat, bentuk menyerupai ajrahn syari’at yang ada, tujuannya dilaksanakannya adalah untuk b erlbnih-lebihan dalam ibadah kepada Allah “
Amalan-amalan yang dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin yang bukan bersumber dan bukan perintah  dari al-Qur’an dan as-Sunnah, maka amalan tersebut tidak diterima oleh Allah ta’ala, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sabda beliau :
صحيح البخاري ٢٤٩٩: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
رَوَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْرَمِيُّ وَعَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَبِي عَوْنٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ

Shahih Bukhari 2499: dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak".

Dalam riwayat lain, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صحيح مسلم ٣٢٤٢: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَوْنٍ الْهِلَالِيُّ جَمِيعًا عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ ابْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Shahih Muslim 3242: dari 'Aisyah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu tertolak."

Hadits Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam pernah berkata dalam khuthbahnya:
صحيح مسلم ١٤٣٥: و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَبْدِ الْمَجِيدِ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِأَهْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَإِلَيَّ وَعَلَيَّ
و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ حَدَّثَنِي جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُا كَانَتْ خُطْبَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ يَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِ ذَلِكَ وَقَدْ عَلَا صَوْتُهُ ثُمَّ سَاقَ الْحَدِيثَ بِمِثْلِهِ و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ النَّاسَ يَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ يَقُولُ مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَخَيْرُ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ثُمَّ سَاقَ الْحَدِيثَ بِمِثْلِ حَدِيثِ الثَّقَفِيِّ
Shahih Muslim 1435: dari Jabir bin Abdullah ia berkata, bahwasanya; Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan khutbah, maka kedua matanya memerah, suaranya lantang, dan semangatnya berkobar-kobar bagaikan panglima perang yang sedang memberikan komando kepada bala tentaranya. Beliau bersabda: "Hendaklah kalian selalu waspada di waktu pagi dan petang. Aku diutus, sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari telunjuk dan jari tengah)." Kemudian beliau melanjutkan bersabda: "Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat." Kemudian beliau bersabda: "Aku lebih utama bagi setiap muslim daripada dirinya sendiri. Karena itu, siapa yang meninggalkan harta, maka harta itu adalah miliki keluarganya. Sedangkan siapa yang mati dengan meninggalkan hutang atau keluarga yang terlantar, maka hal itu adalah tanggungjawabku." Dan telah menceritakan kepada kami Abdu bin Humaid telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin Bilal telah menceritakan kepadaku Ja'far bin Muhammad dari bapaknya ia berkata; Saya mendengar Jabir bin Abdullah berkata; Isi khutbah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada hari Jum'at adalah, beliau memuji Allah, dan membaca puji-pujian atas-Nya, kemudian berliau menyampaikan khutbah dengan suara yang lantang. Kemudian ia pun menyebutkan hadits. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Ja'far dari Bapaknya dari Jabir berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika berkhotbah, beliau memuji Allah dan bersyukur kepadaNya kemudian beliau melanjutkan dengan kata; "Barangsiapa yang Allah memberinya petunjuk, niscaya tidak ada yang akan menyesatkannya, dan barangsiapa yang sesat, niscaya tidak ada yang menunjukinya, dan sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, " kemudian hadits sebagaimana hadits Ats Tsaqafi.

Orang-orang yang mengamalkan bid’ah tertolak amalnya dan disiksa pelakunya jika mereka tahu perkara bid’ah, karena mereka menyelisihi sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Kahfi ayat 103-104 :

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا.
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya (QS.Al Kahfi : 103-104)

Perbuatan Yang Menyerupai Tradisi Orang kafir Sebagai Perbuatan Yang Sia-Sia Dan Tidak Ada Manfaatnya

Berdasarkan dalil-dalil yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana yang dikemukan diatas, maka seluruh amal perbuatan yang menyerupai tradisi orang-orang kafir sesungguhnya adalah termasuk  perbuatan yang mengada-adakan hal yang baru dalam agama ( perbuatan b id’ah) yang gterlarang di dalam Islam. Karena seluruh amalan-amalan yang dilakukan oleh mereka-mereka yang menyerupai, meniru-niru atau mengikuti ( tasyabbuh) terhadap orang-orang kafir bukan bersumber dan bukan perintah  dari al-Qur’an . Hal tersebut ditegaskan dalam sebuah hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam :

صحيح البخاري ٢٤٩٩: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
رَوَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْرَمِيُّ وَعَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَبِي عَوْنٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ

Shahih Bukhari 2499: dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak".

Dalam riwayat lain, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صحيح مسلم ٣٢٤٢: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَوْنٍ الْهِلَالِيُّ جَمِيعًا عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ ابْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Shahih Muslim 3242: dari 'Aisyah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu tertolak."

Menurut hadits Rasullullah tersebut diatas, maka sangat jelas sekali bahwa perbuatan tasyabbuh kepada orang-orang kafir merupakan perbuatan yang ditolak dan sia-sia serta tidak memberikan manfaat kepada pelakunya. Sehingga patut untuk ditinggalkan.
Sebagaimana diketahui bahwa seseorang itu melakukan sesuatu perbuatan tentunya berdasarkan motivasi tertentu, maka begitu pula mereka-mereka yang melakukan perbuatan menyerupai, meniru-niru satau mengikuti orang-orang kafir seperti misalnya menyelenggaraan penyambutan dan perayaan tahun baru Islam 1 Muharram beranggapan sebagai upaya membesarkan hari 1 Muharram dan siar Islam, namun harapan itu hanya sia-sia karena amalan tersebut ditolak. Begitu pula misalnya mereka-mereka yang menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi serta Isra Mi’raj menunjukkan kecintaan mereka kepada Rasullullah shallallahu’alaihiu wa sallam yang dari itu diharapkan adanya perolehan pahala. Tetapi karena yang sedemikian tidak berdasarkan dalil maka amalan yang mereka lakukan merupakan kesia-sia- an yang tidak ada manfaatnya. Malah mereka telah melakukan pelanggaran larangan yang datangnya dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang yaitu larangan berbuat bid’ah dan juga larangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir.,
Orang-orang yang mengamalkan bid’ah tertolak amalnya dan disiksa pelakunya jika mereka tahu perkara bid’ah, karena mereka menyelisihi sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Kahfi ayat 103-104 :

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا.

Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya (QS.Al Kahfi : 103-104)

Tidak ada satupun manfaat yang diperoleh oleh mereka-mereka yang gemar melakukan penyerupaan, meniru-niru atau mengikuti tradisi orang kafir, baik manfaat bagi dunia malah mereka mendapatkan acaman hukuman diakhikrat kelak. Perbuatan yang mereka lakukan termasuk perbuatan yang menghambur-hamburkan harta untuk perbuatan yang tidak memberikan kemanfaat, karena seperti yang diketahui seluruh perbuatan menyerupai tradisi orang-orang kafir dalam pelaksanaannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Cukuplah Al-Qur’an dan as-Sunnah Sebagai Pedoman Dalam Beragama

Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yang mengatur syari’at Islam merupakan satu-satunya ketentuan yang harus dipedomani oleh setiap muslim dalam menyelenggarakan segala sesuatunya yang berkaitan dengan agama, melakukan sesuatu yang tidak ada penggarisan maka berarti telah menyalahi atau menyelisihi ketentuan syari’at, dan yang sedemikian adalah perbuatan yang terlarang atau diharamkan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَمِنكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. ( QS, An- Nuur : 63 )

Diayat yang lain Allah Ta'ala juga berfirman:
مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(QS. Al Hasyr )

Perintah untuk berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sebagai syari’at disebutkan dalam firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْ
مْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. ( QS.An Nisaa:59)

Para alim-ulama berkata: "Maksudnya itu ialah supaya dikembalikan sesuai dengan al-Kitab - al-Quran - dan as-Sunnah - al-Hadis."
Selain ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan untuk mematuhi ketentuan syari’at dan larangan menyelisihi, tidak kurang banyak pula hadits yang menyebutkannya, antara lain sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

صحيح البخاري ٦٧٤٤: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Shahih Bukhari 6744: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, hanyasanya orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka gemar bertanya dan menyelisihi nabi mereka, jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian."
Keterangan:
Isi yang terkandung dalam Hadis ini ialah:
Sesuatu yang merupakan larangan, maka sama sekali jangan dilakukan, tetapi kalau berupa perintah, cobalah lakukan sedapat-dapatnya dan jangan putus asa untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Misalnya shalat di waktu sakit: Tidak dapat dengan berdiri, lakukan dengan duduk; tidak dapat dengan duduk, boleh dengan berbaring dan pendek kata sedapat mungkin, asal jangan ditinggalkan sekalipun hanya dengan isyarat memejamkan serta membuka mata dalam melakukan shalat itu.
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

سنن الترمذي ٢٦٠٠: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ بَحِيرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ
وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَى ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ هَذَا حَدَّثَنَا بِذَلِكَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ وَالْعِرْبَاضُ بْنُ سَارِيَةَ يُكْنَى أَبَا نَجِيحٍ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ حُجْرِ بْنِ حُجْرٍ عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
Sunan Tirmidzi 2600: dari Abdurrahman bin Amru as Sulami dari al 'Irbadh bin Sariyah dia berkata; suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi wejangan kepada kami setelah shalat subuh wejangan yang sangat menyentuh sehingga membuat air mata mengalir dan hati menjadi gemetar. Maka seorang sahabat berkata; 'seakan-akan ini merupakan wejangan perpisahan, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami ya Rasulullah? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk (selalu) bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta'at meskipun terhadap seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu merupakan kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu hendaknya dia berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham."

Keta’atan kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam diwujudkan dengan mengikuti seluruh sunnah-nya, sedangkan yang enggan mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam termasuk orang yang membangkan yang tidak akan dapat memasuki surga, sesuai dengan sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

صحيح البخاري ٦٧٣٧: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

Shahih Bukhari 6737: dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap umatku masuk surga selain yang enggan, " Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, lantas siapa yang enggan?" Nabi menjawab: "Siapa yang taat kepadaku masuk surga dan siapa yang membangkang aku berarti ia enggan."

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan tentang seseorang yang tidak mau mematuhi ( membangkang) perintah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yaitu sewaktu makan diperintahkan oleh beliau agar menggunakan tangan kanan, tetapi orang tersebut membangkang karena kesombongan sehingga berakibat tangannya betul-betul tidak menyuap, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits :

صحيح مسلم ٣٧٦٦: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ حَدَّثَنِي إِيَاسُ بْنُ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ
أَنَّ رَجُلًا أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِمَالِهِ فَقَالَ كُلْ بِيَمِينِكَ قَالَ لَا أَسْتَطِيعُ قَالَ لَا اسْتَطَعْتَ مَا مَنَعَهُ إِلَّا الْكِبْرُ قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ

Shahih Muslim 3766: dari 'Ikrimah bin 'Ammar; Telah menceritakan kepadaku Iyas bin Salamah bin Al Akwa'; Bapaknya telah menceritakan kepadanya, bahwa seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan tangan kirinya, Lalu Rasulullah bersabda: "Makanlah dengan tangan kananmu! Dia menjawab; 'Aku tidak bisa.' Beliau bersabda: "Apakah kamu tidak bisa?" -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya.

Rasulullah shallalahu’alaihi wa sallam dalam banyak hadits yang shahih mengajarkan dan memerintahkan banyak hal yang harus diikuti oleh umatnya. Harusnya sunah Rasulullah tersebutlah yang diikuti dan dilaksanakan, karena dengan mengikuti sunah Rasulullah shallalahu’alaihi wa sallam tersebut akan mendapatkan pahala.
Perbuatan mengikuti sunah seperti memelihara jenggot dan memotong kumis bagi kaun lelaki, sholat berjama’ah ke masjid, tidak meniru-niru atau mencontoh atau menyerupai kebiasaan umat lain ( tasyabbuh ) dan banyak yang lainnya lagi, jauh lebih bermanfaat dari pada menyanyikan shalawat dan kasidah bid’ah,tahlilan memperingati hari kematian, ziarah kekubur  keramat dan beribadah disisinya semuanya merupakan perbuatan yang mengada-ada yang tidak ada petunjuknya dan contohnya dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat, tabi’in da n tabiu’t tabi’in,karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa.
Rasulullah shallalahu’alahi wa sallam bersabda :
Amma ba’du ! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataanadalah Kitabullah ( al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallalahu’alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru (muhdats) dn setiap muhdats adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka

S e r u a n

Sebagai umat islam yang mengakui bertauhid kepada Allah dan mengakui Muhammad Rasulullah shallalahu’alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul panutan kita maka kewajiban kita untuk ta’at dan mencintai beliau dengan melaksanakan segala ketentuan baik perintah maupun larangan larangan yang terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Dengan tidak melakukan hal-hal yang bersifat bid’ah yaitu perbuatan menyerupai, meniru-niru atau mengikuti ( tasyabbuh ) kepada tradisi orang-orang kafir.
Allah berfirman :

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayan“ ( QS.Ali Imran : 31 )


.
Mengingat bahwa syari’at islam yang terdiri atas al-Qur’an dan as-Sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam pada hakekatnya merupakan ketentuan hukum yang sudah patent yang tidak seorangpun, atau siapapun orangnya diharamkan untuk menambah-nambah atau mengurangi dari apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan alasan dan pertimbangan apapun termasuk di dalamnya pertimbangan untuk menambah dan memperbanyak ibadah sebagai wujud  keta’atan.
Sungguh syari’at Islam sudah sangat sempurna sehingga tidak memerlukan  lagi hal-hal baru meskipun itu dianggap sebuah kebaikan. Syari’at telah ditetapkan oleh yang berhak membuat syari’at yaitu Allah subahanahu wa ta’ala berupa firman-firmannya yang dituangkan dalam al-Qur’an dan petunjuk Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam berupa as-sunnah. Tidak ada petunjuk yang benar dalam beragama kecuali yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Apa saja yang berkaitan dengan agama yang tidak terdapat dalam syariat adalah bathil dan bid’ah yang dibuat-buat oleh mereka-mereka yang mengajak umatnya terjerumus dalam kesesatan. ( Wallahu ta’ala a’lam )
Sumber:
1.Al-Qur’an dan Terjemahan, www.salafi-db
2.Ensiklopedi Kitab Hadits 9 imam, www.lidwa.com
3. Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim , Ibnu Katsir
4.Bahaya Mengekor Non Muslim,Muhammad bin ‘Ali Adh Dhabi’i
5. Ringkasan Al I’tisham – terjemahan -, Syaikh Abdul Qadir As Saqqaf, Media Hidayah, Cet I, thn 2003
6. Pengertian, Macam-macam dan Hukum Bid’ah, Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan dalam artikel : www.salafi-db.com
7. Al Masaa’il ( Masalah-masalah Agama) Abd.Hakim bin Amir Abdat.
8 Risalah Bid’ah, Abd. Hakim bin Amir Abdat.
Selesai disusun ba’da ashar , Selasa, 22 Rabiul Akhir 1434 H/ 5 Maret  2013 M
( Penyusun : Musni Japrie )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar